Jumat, 11 Januari 2013

PERANG TABUK





Perang Tabuk


Kembali dari kota Makkah, setelah Hunain dan Thaif ditaklukkan pasukan Muslim, Rasulullah saw. tinggal di Madinah beberapa bulan. Setelah itu beliau memerintahkan kaum Muslim untuk melakukan persiapan menyerang Romawi. Langkah ini beliau tempuh sebagai implikasi dari universalitasnya risalah Islam.
Setelah beliau berhasil menundukkan seluruh kabilah Arab yang ada di Jazirah Arab, mengusir institusi Yahudi dari Madinah, serta menaklukkan komunitas Yahudi Khaibar, maka tahap berikutnya adalah mulai memasuki percaturan politik internasional, yang saat itu dikuasai oleh Kerajaan Romawi dan Kekaisaran Persia. Beliau memilih untuk melakukan manuver militer melawan Kerajaan Romawi terlebih dulu dibandingkan dengan terhadap Kekaisaran Persia.
Manuver militer yang dilakukan beliau merupakan tindak lanjut dari tidak diresponnya surat-surat yang beliau kirimkan kepada para raja pada waktu-waktu sebelumnya.
Rasulullah saw. memerintahkan para Sahabatnya untuk melakukan persiapan menyerang Romawi. Hal itu berlangsung pada saat kaum Muslim mengalami kondisi yang amat sulit, cuaca yang amat panas, musim kemarau, panen buah-buahan (kurma), masyarakat lebih menyukai berada di kebun-kebun (buah kurma) mereka atau tempat tinggal mereka, dan tidak ada yang menyukai berangkat dalam kondisi seperti itu. Rasulullah saw. sangat jarang pergi berperang melainkan senantiasa merahasiakannya, kecuali Perang Tabuk. Pada Perang Tabuk beliau menjelas-kannya kepada kaum Muslim, karena perjalanan yang amat jauh, kondisi yang sulit, dan banyaknya musuh yang dijadikan target. Rasulullah saw. menjelaskan hal itu supaya masyarakat melakukan persiapan secara matang.
Suatu hari, di tengah persiapannya itu, Rasulullah saw. berkata kepada Jadd bin Qais, salah seorang dari Bani Salamah, “Wahai Jadd, apakah pada tahun ini engkau turut memerangi orang-orang yang berkulit kuning (Romawi)?”
Jadd bin Qais menjawab, “Wahai Rasulullah, berilah kepadaku izin (keringanan), dan janganlah engkau menjerumuskanku ke dalam fitnah. Demi Allah, kaumku amat mengenaliku bahwa tidak ada lelaki yang amat cepat tertarik kepada wanita dibandingkan aku. Karena itu, aku merasa khawatir apabila aku melihat kaum wanita berkulit kuning, maka aku tidak sabar .”
Rasulullah saw. berpaling dari Jadd bin Qais seraya bersabda, “Aku mengizinkanmu.”
Peristiwa mengenai sikap orang yang enggan/meminta izin untuk tidak berperang ini kemudian diabadikan oleh Allah Swt. dalam al-Quran (Lihat: QS at-Taubah [9]: 49).
Sebagian orang-orang munafik berkata, “Janganlah kalian berangkat pada musim panas seperti ini .” Sikap orang-orang munafik ini pun disinggung dan dicela oleh Allah dalam al-Quran. (Lihat: QS at-Taubah [9]: 81-82).
Rasulullah saw. menerima berita bahwa sejumlah orang munafik berkumpul di rumah Suwailim (orang Yahudi) yang terletak di Jasum. Orang-orang munafik itu memprovokasi masyarakat agar mereka tidak turut serta berangkat bersama-sama Rasulullah saw. dalam Perang Tabuk. Rasulullah saw. mengirimkan Thalhah bin Ubaidillah disertai sejumlah Sahabat, dan memerintahkan mereka untuk membakar rumah Suwailim. Thalhah bin Ubaidillah kemudian melaksanakan perintah Rasulullah saw.

Keberangkatan ke Tabuk
Rasulullah saw. selesai melakukan persiapan dan tinggal menentukan waktu keberangkatannya. Beberapa Sahabat kurang sigap menyusul Rasulullah saw. sehingga mereka tertinggal, bukan karena mereka munafik. Mereka antara lain, Kaab bin Malik bin Abu Kaab saudara Bani Salamah, Murarah bin Rabi’ saudara Bani Amr bin Auf, Hilal bin Umayyah saudara Bani Waqif, dan Abu Khaitsamah saudara Bani Salim bin Auf. Mereka seluruhnya adalah orang-orang yang jujur dan keislaman mereka tidak perlu diragukan.
Rasulullah saw. mengangkat Muhammad bin Maslamah al-Anshari sebagai wakilnya di Madinah. Rasulullah saw. menunjuk Ali bin Abi Thalib ra. untuk menjaga keluarga beliau dan memerintahkan kepadanya untuk tetap berada di tempat mereka. Mengenai ketidakberangkatan Ali bin Abu Thalib karena menerima tugas khusus dari Rasulullah saw., maka orang-orang munafik menyebarluaskan berita bohong. Mereka berkata, “Nabi menunjuk Ali untuk memberatkannya sekaligus memberikan kepadanya keringanan .”
Mendengar banyak orang yang berkata seperti itu, Ali bin Abu Thalib malah mengambil senjata, kemudian berangkat dan berhasil menyusul Rasulullah saw. yang saat itu tengah berhenti di daerah al-Jurf. Ali bin Abu Thalib berkata, “Wahai Nabi Allah, orang-orang munafik berkata bahwa engkau meninggalkanku di Madinah karena engkau ingin memberatkanku, sekaligus memberikan keringanan kepadaku.”
Rasulullah saw menjawab, “Mereka itu berbohong. Aku meninggalkanmu di Madinah untuk menjaga keluargaku. Karena itu, pulanglah dan jagalah keluargaku dan keluargamu. Wahai Ali, apakah engkau tidak ridha apabila kedudukanmu terhadapku seperti kedudukan Nabi Harun terhadap Nabi Musa? Hanya saja, tidak ada Nabi sesudahku .”
Ali bin Abu Thalib lalu pulang kembali ke Madinah, sedangkan Rasulullah saw melanjutkan perjalanannya.
Tatkala Rasulullah saw. sampai di Tabuk, beliau didatangi oleh Yuhana bin Ru’bah, penguasa daerah Ailah. Lalu ia membuat perjanjian (damai) dengan beliau dan bersedia membayar jizyah kepada beliau. Rasulullah saw. juga didatangi penduduk Jarba dan Adzrah, yang juga sanggup untuk membayar jizyah kepada beliau. Rasulullah saw. lalu membuat surat perjanjian dengan mereka.
Meski peperangan dengan Romawi tidak terjadi, misi pengerahan militer yang Rasulullah saw. lakukan berhasil meraih target, yaitu menggentarkan kekuatan musuh sekaligus memposisikan Negara Islam sejajar dengan kekuatan global yang ada waktu itu. Implikasi lain yang diperoleh Rasulullah saw. adalah keberhasilannya membuat daerah penyangga di perbatasan sebelah Utara dengan wilayah Romawi, dengan mengikat berbagai perjanjian bersama dengan kabilah-kabilah yang sebelumnya berada di bawah kontrol Romawi. Ini merupakan langkah strategis dengan menempatkan mereka sebagai ujung tombak dan sarana informasi mengenai aktivitas militer Romawi di wilayah perbatasan.
Dengan demikian, beliau telah membangun pondasi dan mempersiapkan langkah-langkah ‘go internasional ’, merambah daerah di luar Jazirah Arab. Langkah ini kelak mempermudah tugas Khulafaur Rasyidin untuk menyebarluaskan risalah Islam ke seluruh penjuru dunia.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar