Senin, 21 Januari 2013

Analisa Revolusi Suriah


Revolusi Suriah semakin membara dengan jumlah korban di pihak warga sipil muslim Suriah yang luar biasa besar. Memahami dan memprediksikan masa depan revolusi di Suriah bukan perkara mudah akibat banyaknya faktor yang mempengaruhinya.
Di pihak rezim Nushairiyah Suriah, dukungan terus mengalir dari para sekutunya. Rusia, Cina, dan Iran memberikan dukungan secara politik. Dukungan militer juga diperoleh dari Rusia, Iran, milisi Syiah HIzbul Lata Lebanon, dan milisi Syiah al-Mahdi Irak. Dukungan ekonomi juga digelontorkan oleh Iran.
Di pihak revolusi, secara ideologi rakyat muslim seluruh dunia mendukung revolusi Suriah. Secara politik, negara-negara Arab dan Barat berlagak ‘mengecam’ Suriah meski sejatinya hanya ‘bersandiwara’. Bagi mereka, rezim Suriah diperlukan untuk menjaga eksistensi Israel dan menghalangi jihad umat Islam dari negara-negara tetangga. Secara ekonomi dan militer, tidak ada bantuan apapun dari dunia internasional untuk rakyat Suriah.
Bagaimana masa depan revolusi rakyat muslim Suriah? Mampukah rezim Nushairiyah melindas revolusi dengan dukungan Syiah internasional dan komunis internasional? Akankah rezim Nushairiyah tumbang dan digantikan oleh rezim nasionalis-sekuleris boneka Barat? Seberapa besar peluang kelompok-kelompok jihad untuk melancarkan proyek jihad Islam? Bagaimana sikap Barat dan boneka-boneka Arabnya di kawasan Timur Tengah dalam menghadapi revolusi ini?
Koresponden forum al-Anshar di Suriah, Qa’idi Mauqut, menurunkan analisa berharga yang mengupas masa depan revolusi Suriah dari aspek ideologi, politik, militer, media, dan sosial. Analisa tersebut ia turunkan dalam bertajuk ‘Ats-Tsaurah as-Suriyah: Sinariyuhat al-harb al-murtaqabah’ (Revolusi Suriah: Beberapa Kemungkinan Skenario Perang). Berikut ini terjemahannya.
بسم الله الرحمن الرحيم
Segala puji bagi Allah Rabb seluruh alam. Shalawat dan salam senantiasa dipanjatkan kepada Nabi kita yang mulia, keluarganya, dan seluruh sahabatnya yang suci lagi shalih. Amma ba’du…
Dalam artikel sebelumnya, saya telah membicarakan secara singkat beberapa pihak yang terlibat dalam konflik di Suriah yang memiliki kekuatan untuk mengambil keputusan dan memberikan pengaruh terhadap musuh-musuhnya pada masa yang akan datang, juga beberapa kekuatan dari luar yang mungkin melibatkan diri jika keadaan menuntut.
Medan konflik Suriah sampai saat ini masih membingungkan banyak pihak disebabkan oleh akhir dari berbagai peristiwa ini pada masa yang akan datang. Persoalan di Suriah tidak mudah dipastikan seperti mudahnya memprediksikan peristiwa di tempat lain. Suriah dikuasai oleh pemerintahan kelompok (Nushairiyah) yang telah berjalan selama empat puluh tahun, disertai berbagai kudeta dan pembunuhan misterius di Lebanon dan Suriah; juga pengkhiantan, pemenjaraan, dan pengusiran terhadap pihak oposisi termasuk saudara kandung presiden yang telah tiada, Hafizh Asad sendiri; kemudian keikut sertaan dalam proyek besar Rafidhah dengan penggelontoran dana yang luar biasa besar untuk membangunnya, sampai menjadi sebuah kekuatan yang menyaingi lawan-lawannya di kawasan yang memanjang dari Yaman sampai ke Iran, lalu Irak, Suriah, dan Lebanon. Proyek besar Rafidhah ini pada awalnya nampak berjalan sendiri-sendiri namun kini menjadi jelas merupakan satu kesatuan yang memiliki kesamaan arah dan persepsi terhadap lawannya. Proyek yang oleh para pengamat politik disebut ‘bulan sabit Syi’ah’.

Dalam artikel ini saya akan berusaha untuk memaparkan beberapa skenario yang mungkin terjadi di Suriah. Terkadang skenario tersebut berupa pokok-pokok kebijakan yang di dalamnya termuat banyak cabang skenario, yang tidak akan saya bahas panjang lebar; atau beberapa kebijakan yang diimbangi oleh kebijakan lain yang juga mungkin terjadi dengan sedikit perbedaan bentuk. Tujuan saya bukanlah memaparkan skenario semata sebagai sebuah bacaan dan analisa, melainkan adalah sebuah upaya memprediksikan peluang-peluang mujahidin dalam kondisi yang ada dan menonjolkan manhaj mujahidin. Di akhir setiap skenario, saya akan memaparkan sebagian tantangan dan rintangan yang akan dihadapi oleh ikhwah mujahidin, tentunya dengan menggunakan senjata yang tepat untuk medan tersebut, perangkat-perangkat kekuatan yang tepat dan tersedia, dan penggunaannya untuk memberi manfaat bagi proyek jihad. Khususnya apa yang hendak saya fokuskan di sini, yaitu ‘asuhan’ rakyat dan penerimaan mereka terhadap pilihan jihad, serta peranan media massa musuh dan penganut metode-metode menyimpang untuk menghantam proyek jihad yang diberkahi ini.
Inilah persoalan yang paling penting bagi saya, yaitu kaum muslimin menerima pilihan jihad mujahidin dan meridhainya sebagai sebuah metode perjuangan sebagai ganti dari metode yang selama ini biasa mereka tempuh. Saya akan menambahkan beberapa hal lain yang terkadang saya lalui dengan cepat. Adapun sisi-sisi persoalan yang lain, cukuplah saudara-saudara yang lain yang membahasnya, yang salah seorang di antara mereka melebihi seratus orang seperti saya dalam hal membaca, mengkaji, dan menganalisa.
Fokus tulisan saya seperti telah saya katakan terbatas pada pembahasan tentang beberapa peluang untuk menampakkan manhaj dan menanamkan proyek jihad di Syam dalam suasana skenario-skenario yang menurut saya akan paling mungkin terjadi. Saya tidak lupa untuk mengulas dengan singkat dan cepat perangkat-perangkat kekuatan dan potensi-potensi yang biasanya dimiliki oleh kelompok-kelompok jihad serta selanjutnya penggunaannya untuk melayani program jihad dan menarik dukungan rakyat. Terlebih pihak musuh juga melakukan upaya yang sama.
Tentara Rezim Syi'ah Nusyairiyah Bashar Asad
Sebagian hal yang saya utarakan akan nampak sebagai perkara yang kelam dan membuat putus asa pembacca. Namun inilah problem artikel-artikel naratif yang berusaha untuk menerangkan realita yang sebenarnya. Bagi sebagian orang kondisi tersebut seakan mengundang pesimisme dan mengendorkan semangat. Namun bagi orang yang hendak beramal jauh dari pengaruh emosi, pemaparan realita yang sesungguhnya memiliki nilai positif yang besar dan banyak manfaat yang buahnya akan nampak setelah itu. Dengan demikian orang yang bekerja untuk proyek jihad akan mampu untuk memilih solusi yang tepat. Hal yang terpenting dari manfaat tersebut adalah agar pemilik proyek jihad tidak jatuh sebagai korban akibat melalaikan sisi realita tersebut meskipun seakan mengundang pesimisme.
Permasalahan yang hendak saya bicarakan dalam artikel ini bisa saya ringkaskan dalam pokok-pokok bahasan sebagai berikut:
1. Prasarana-prasarana yang dimiliki oleh kelompok-kelompok jihad.
2. Hal-hal yang diperlukan oleh kelompok-kelompok jihad.
3. Beberapa skenario perang:
a. Rezim Suriah unggul dan mengendalikan suasana.
b. Rezim Suriah mengalami kemunduran dan oposisi bersenjata meraih kemenangan.
c. Suasana chaos dan senjata beredar luas.

Pertama: Prasarana-prasarana yang dimiliki oleh kelompok-kelompok jihad
Kelompok-kelompok jihad memiliki:
1. Kemampuan untuk menghantam kepentingan-kepentingan Israel dari Lebanon Selatan dan boleh jadi pada masa yang akan datang dari Barat Laut Suriah jika suasana chaos terjadi dan aparat keamanan tidak mampu mengendalikannya lagi.
Sebelum ini Israel telah berkali-kali diserang dengan roket dari Lebanon Selatan dan brigade Abdullah Azzam beberapa kali telah mengaku bertanggung jawab atas penembakan roket tersebut. Sungguh sebuah tantangan terbuka, padahal kawasan tersebut berada di bawah kontrol tentara Lebanon, UNIFIL, dan milisi Syiah Hizbul Lata. Prasarana ‘menghantam Yahudi’ merupakan sebuah kelebihan dan karakteristik yang kita miliki.
UNIFIL
Pada masa mendatang hal ini bisa berkembang dan berubah dari sekedar penembakan roket menjadi kendaraan peluncuran roket yang bisa mengancam eksistensi Yahudi dalam skala hampir sehari-hari. Jika berbagai kelompok jihad yang ada bisa mengadakan aliansi dan koordinasi kerja yang kuat untuk melakukan serangan seperti itu secara terus-menerus, niscaya hal itu akan menjadi arsip yang sangat penting dan berita utama yang diliput oleh berbagai stasiun TV.
Saya mengisyaratkan perkara ini bukan semata karena penembakan roket menyebabkan kerusakan yang parah pada peralatan militer Israel. Tetapi karena prasarana ini akan menelanjangi kedok pihak manapun yang merintanginya, jika operasi seperti ini terus-menerus dilakukan dan dalam skala yang sering. Sebab pada saat hal itu terjadi, ia bukan lagi menjadi konspirasi yang dilakukan oleh sebagian pihak semata untuk mengalihkan konflik politik dalam negeri (Lebanon), melainkan telah menjadi aksi kepahlawanan dan jihad yang hanya akan dilakukan oleh putra-putra terbaik barisan jihad.
Lebih dari itu, prasarana ini merupakan alat untuk menimbulkan ketakutan dalam negeri Israel dan penyebab perpindahan intern ribuan penduduk Yahudi ke daerah wilayah penjajahan Israel bagian selatan. Perkara ini sudah menjadi konsumsi media massa yang tidak bisa ditutup-tutupi lagi. Persis seperti yang terjadi dalam peperangan dengan Hizbul Lata yang terakhir dengan militer Israel.
2.  Dengan warisan militer dan sekuriti yang dimilikinya, kelompok-kelompok jihad memiliki pengalaman dan kemampuan untuk menentukan metode, bersembunyi, menampakkan diri, dan menyesuaikan diri dengan kondisi perang apapun. Selain juga memiliki senjata yang mematikan dalam bentuk perang gerilya menurut cara yang ditempuh oleh Daulah Islam Irak dan kelompok-kelompok jihad lainnya di Irak. Terkhusus lagi dengan kemampuan industri perang mencengangkan yang telah diraih berbagai kelompok jihad Irak dalam bidang ranjau dan roket.
Pada masa yang akan datang hal itu bisa ditempuh sesuai skenario yang mungkin terjadi, kesudahan konflik, tabiat permusuhan dan kekuatan yang akan menguasai wilayah tersebut. Belum lagi jika ditambah dengan runtuhnya kendali keamanan di perbatasan Irak-Suriah dan pengiriman pengalaman-pengalaman jihad, kader-kader jihad, dan persenjataan dari Irak jika keadaan menuntut hal itu.

Kedua: Hal-hal yang diperlukan oleh kelompok-kelompok jihad
Selain memiliki prasarana di atas, kelompok-kelompok jihad perlu bekerja dalm dua bidang yang sangat urgen:
1. Bidang media massa. Bidang media massa kelompok-kelompok jihad masih rendah, sempit, terbatas pada forum-forum jihad, dan kondisi yang lebih baik pun masih sebatas situs internet. Hal ini jelas tidak sesuai dengan proyek-proyek jihad yang besar, yang menuntut kehadiran media massa jihad secara kuat, penyebaran yang luas di darat, dan penyampaian informasi secara terus-menerus kepada kaum muslimin di tempat manapun guna membantah kebohongan-kebohongan tentang proyek jihad ini yang mungkin disebar luaskan oleh musuh, sekaligus untuk menghindari upaya perburukan citra yang kita lihat terjadi di Irak.
Maksud saya tidak lain adalah kemunculan (tokoh-tokoh) di media massa dan mendekati sarana-sarana media di awal peperangan, sehingga wajah mereka biasa muncul di media, dan sebagai dampaknya adalah apa yang mereka sampaikan pun menjadi hal biasa (bukan hal aneh dan asing lagi, pent). Terlebih kita sedang berbicara tentang sarana media massa raksasa yang dimiliki oleh pihak-pihak lain (musuh Islam, pent) yang melampaui internet dalam jarak yang sangat jauh.
2. Bidang kehadiran sosial. Maksud saya adalah kehadiran kelompok-kelompok jihad sebagai sebuah organisasi masyarakat yang tumbuh secara bertahap dan memiliki kalimat (suara yang didengar masyarakat), di bawah nama proyek apapun, misalnya dalam bentuk aliansi bersama yang menjaga keamanan.
Orang-orang yang bergerak dalam wadah-wadah ini adalah orang-orang yang mengusung proyek jihad itu sendiri, namun mereka tidak memiliki pengalaman jihad sebelumnya dan tidak ada keraguan masyarakat terhadap mereka. Hal ini mudah jika telah diketahui bahwa metode jihad memiliki banyak anshar (simpatisan) di kalangan ulama, pelajar (mahasiswa, santri), dan cendekiawan yang selama puluhan tahun suara mereka dibungkam oleh pemerintahan rezim kelompok Nushairiyah.
Proyek jenis ini memungkinkan untuk bekerja secara terpisah dari pernyataan-pernyataan dan publikasi-publikasi aliran kelompok jihad bersenjata. Hal ini akan mengangkat nilai kesyar’ian proyek ini di hadapan masyarakat dan akan mempersiapkan masyarakat untuk menerima proyek yang lebih tinggi lagi, mengangkat ‘atap’ tuntutan proyek, dan menentang proyek menyimpang lainnya apapun bentuknya, baik proyek nasionalis sekuler maupun nasionalis ikhwani (perjuangan kelompok IM via demokrasi parlemen, pent).
Semoga maksud saya sudah bisa dipahami dengan jelas dari ajakan dan isyarat singkat ini. Medan perjuangan Suriah sekarang menjadi ajang perlombaan banyak pihak. Masing-masing pihak berjuang dengan keras dari sekarang untuk menanam benih, agar bisa memetik buahnya pada saatnya kelak.
Orang yang memandang pihak manapun yang terlibat tersebut, niscaya akan melihat pihak tersebut bergerak dalam lebih dari satu bidang, bukan hanya dalam bidang militer semata!

Ketiga: Beberapa skenario perang

Skenario pertama:
Rezim Suriah unggul dan mengendalikan suasana
Bagi sebagian pihak skenario ini mungkin mengejutkan dan sulit dibayangkan dalam periode yang telah dicapai oleh revolusi Suriah saat ini. Namun sebagai bentuk ‘mempertimbangkan kondisi terburuk agar tidak terhindar dari keterkejutan’, saya tetap ingin membahas skenario ini. Apalagi skenario ini memiliki faktor-faktor pendorong dan sebab-sebab yang kuat, jauh dari mimpi sebagian orang yang memperkirakan kejatuhan rezim Suriah sebelum bulan Ramadhan, lalu direvisi sebelum Idul Fitri, lalu Bashar Asad melarikan diri setelah tuntutan kedua, lalu direvisi setelah tuntutan ketiga.
Perkiraan tersebut mencerminkan pandangan yang tidak mendalam di kalangan jurnalis dan pimpinan revolusi Suriah dalam memahami konflik Suriah, tabiat medan konflik dan pemerintahan yang tengah mereka hadapi.
Sampai saat ini, pemerintahan rezim Suriah belum menggerakkan sebagian besar dan raksasa militernya dalam operasi-operasi militer. Departemen pertahanan Suriah juga belum terlibat dalam penanganan revolusi ini. Pengerahan sebagian brigade, pengiriman sebagian patroli militer dan konvoi militer yang beberapa kali dihadang oleh tentara pembelot pro revolusi atau kelompok lain, selama ini dikendalikan oleh dinas Intelijen Angkatan Udara Suriah yang mendapat wewenang untuk menangani krisis.
Lebih dari itu, taktik rezim Suriah dalam menggerakkan divisi-divisi militernya juga sulit dipahami. Beberapa waktu terakhir ini, rezim Suriah menggerakkan satu divisi militernya ke kawasan yang berada di antara propinsi Alepo (Halb) dan Riqah, padahal kawasan tersebut selama ini kosong dari penempatan kekuatan militer dalam jumlah yang sangat besar seperti itu. Rezim Suriah juga mengerahkan sekitar 9000 pasukan komandonya ke propinsi Alepo, dan digabungkan ke dalamnya sebanyak 4000 anggota khusus milisi Hizbul Lata (plesetan dari nama sebenarnya;Hizbullah) Lebanon. Rezim Suriah juga terus-menerus mengerahkan divisi-divisi militernya dari wilayah dalam Suriah seperti propinsi Alepo dan Homsh ke wilayah Utara Suriah seperti propinsi Idlib.
Untuk membahas secara singkat pengerahan divisi-divisi militer Suriah yang sangat besar ini, saya katakan: kekuatan militer Suriah dikerahkan sekitar propinsi Homsh karena di sana terdapat kekuatan militer Suriah dengan dukungan teknologi mutakhir yang drepresentasikan oleh divisi pertahanan udara, radar-radar, dan kota-kota industri militer rahasia yang di dalamnya terdapat para pakar industri militer Rusia, juga bandara-bandara militer.
Selain itu, pusat kekuatan militer Suriah juga terdapat di sebagian besar propinsi; mulai dari divisi III di kawasan Qathifah sebelah utara Damaskus sampai kawasan Dir’a dan Qunaithirah, di sana terdapat beberapa divisi militer yang mendapat latihan militer yang tidak terlalu tinggi, seperti divisi 90, divisi 61, dan lain-lain.
Adapun di propinsi Alepo, penempatan kekuatan militer tidak terlalu besar, seperti penempatan beberapa batalion pasukan komando di kawasan Musalimiyah, di sana terdapat sekolah infantri dan sekolah artileri.
Adapun jumlah tentara yang membelot ke pihak revolusi sampai saat ini hanya mewakili sekitar 5-8 % dari seluruh tentara nasional Suriah, di mana 95 % tentara Suriah masih setia kepada tentara rezim Suriah.
Operasi serangan yang dilancarkan oleh tentara kebebasan pro revolusi terhadap kekuatan militer rezim Suriah lebih menyerupai usaha ‘menakut-nakuti dan mengganggu’ belaka. Operasi serangan mereka masih memerlukan pengendalian dan planning yang lebih baik. (1)
Maka janganlah saudara-saudaraku seislam mengira bahwa para tentara yang membelot kepada revolusi Suriah tersebut adalah orang-orang yang memiliki keahlian perang yang telah teruji, sekalipun sebagian mereka memiliki pangkat militer cukup tinggi. Sebagian besar orang yang berdinas dalam militer Suriah pasca perang Lebanon tahun 1980an belum pernah menerjuni operasi militer apapun! Mereka hanya berdinas rutin untuk masa tugas tertentu, lalu kembali kepada kehidupan sipil mereka.
Sudah diketahui bersama bahwa pengalaman militer didapatkan dengan menerjuni kancah-kancah peperangan, terutama pengalaman yang berkaitan dengan perang gerilya dan keahlian menanam ranjau. Memang, tentara kebebasan Suriah memiliki kemampuan dasar dan pengetahuan tentang beragam senjata karena pernah berdinas dalam tentara nasional Suriah. Secara umum, pengalaman tempur juga datang bersamaan dengan perjalanan waktu jika peperangan masih menggunakan cara perang gerilya dan taktik hit and run. Mereka bisa mendapatkan banyak pengalaman, khsususnya jika ada ahli perang gerilya yang memberi mereka nasehat dan membimbing operasi-operasi mereka.
Sebagian pihak mungkin menyatakan adalah sebuah kecerobohan besar jika rezim Suriah mengandalkan dirinya kepada satuan-satuan militernya yang sangat besar. Terlebih mayoritas anggota tentaranya adalah unsur yang diduga ahlus sunnah wal jama’ah, baik dari suku bangsa Arab maupun suku bangsa Kurdi. Apakah logis apabila rezim Nushairiyah mengandalkan diri dalam menghadapi musuhnya dan meneguhkan pemerintahannya kepada kekuatan militer yang susunannya seperti itu?
Pendapat ini memang benar. Namun barangsiapa mengira bahwa problem rezim Suriah terletak pada kekuatan militer dalam hal persenjataan atau tentara, maka ia telah keliru. Tidak keliru jika ada orang yang memperkirakan Bashar Asad akan mampu mengerahkan lebih dari setengah juta tenaga tempur dari kelompok yang gigih berperang dan berideologi kuat (kelompok Nushairiyah dan Syiah) jika keadaan menuntut.
Perlu diketahui bahwa saat ini nasib kelompok Nushairiyah sedang terancam dengan cara yang sangat menakutkan untuk pertama kalinya dalam sejarah kelompok ini. Masalah langgeng tidaknya kekuasaan rezim sudah menjadi persoalan hidup dan mati mereka. Minimal persoalan kehinaan dan bahaya untuk jangka waktu yang lama, boleh jadi untuk beberapa dekade. Apakah logis jika para pemeluk dan tokoh agama Nushairiyah berdiam diri sementara pemegang kendali dalam pemerintahan Nushairiyah Suriah dalam kondisi seperti ini?
Tentu saja tidak. Oleh karena itu rezim Suriah bisa mengerahkan sebanyak mungkin anggotanya, kelompok Nushairiyah (2) dan mempersenjatai mereka dalam hitungan waktu beberapa hari saja. Lalu rezim bersandar kepada battalion-batalion yang terlatih dari kelompok Hibul Lata Lebanon dan jumlah yang tidak terbatas dari kelompok-kelompok lain yang memiliki kesamaan nasib dengan rezim Suriah, seperti kelompok Syiah Ismai’ilyah, Mursyidiyah, Druz, dan bahkan dalam batas tertentu orang-orang Nasrani.
Lebih dari itu, Kelompok Rafidhah Irak tidak akan menunda-nunda waktu untuk mengerahkan milisi-milisi militernya untuk berperang di pihak rezim Bashar Asad, dan ini sudah terjadi sejak awal revolusi (Maret 2011, pent) dan sampai saat ini masih berlangsung. Masuknya unsur-unsur tentara al-Mahdi (milisi Rafidhah Irak pimpinan Muqtada Shadr, pent) ke Suriah dan keterlibatan mereka dalam memberangus para demonstran muslim Suriah merupakan hal yang tidak bisa ditutup-tutupi lagi oleh Bashar Asad.
Belum lagi dukungan yang akan diberikan oleh Iran kepada rezim Suriah sesuai perjanjian kesepakatan undang-undang antara kedua negara Syiah tersebut, yaitu Kesepakatan Pertahanan Bersama (3) dan kesamaan akidah yang terwujud dalam cita-cita Rafidahah dan proyek besar (pendirian imperium Rafidhah Raya), di mana ketidak seriuasan dalam memperjuangkannya dianggap kerugian besar oleh negara Syiah.
Kita semua mengetahui bahwa sampai batas tertentu, Rafidhah memiliki pemimpin yang mengendalikan urusan mereka dan mereka jarang berselisih terhadap segala keputusannya. Fatwa seorang pemimpin mereka, Khamenei (4) tentang ‘wajibnya berjihad di negeri muslim Suriah melawan penjajah yang ganas’ sudah cukup untuk menggerakkan jumlah tenaga tempur yang tidak terhitung di pihak rezim Suriah, baik dari kelompok Rafidhah Irak, Lebanon, maupun Iran.
Rezim Suriah mampu menerjuni kancah peperangan dalam waktu yang lama dan menguatkan cekikan mereka terhadap leher para pembelot, dengan cara menyebarkan kesatuan-kesatuan  militer yang besar di berbagai pelosok negeri dan memindahkan markas-markas militer untuk menyesuaikan dengan wilayah-wilayah pergolakan.
Hal itu seperti yang telah rezim Suriah lakukan di propinsi Idlib, di mana rezim memindahkan satu divisi penuh dari kawasan Mishyaf di propinsi Himah ke propinsi Idlib. Memang, strategi penyebaran kekuatan militer dalam jumlah besar ini bisa berdampak negative bagi rezim seperti yang akan kita bahasa dalam skenario kedua. Namun penyebaran kekuatan militer dalam jumlah besar ini bisa berdampak positif bagi rezim jika rezim berinteraksi dengan cara yang cerdas dengan penduduk.
Terlebih rezim Suriah telah menutup wilayah perbatasan Barat Laut yang menjadi tempat masuknya bahan makanan untuk tentara kebebasan, dan inilah nampaknya alasan yang mendorong rezim Suriah untuk menggerakan kekuatan militer dalam jumlah besar ke wilayah utara. Selain itu juga untuk mengancam Turki agar Turki tidak turut campur dalam konflik Suriah dan tidak mendukung tentara kebebasan.
Iran juga mungkin menggerakkan unsur-unsur Rafidhah di Kuwait, Bahrain, dan wilayah lain di seluruh jazirah Arab untuk ‘memperingatkan’ para pemimpin negara Arab tersebut akan besarnya resiko yang akan mereka hadapi jika turut campur dalam konflik Suriah.
Selain itu, kondisi ekonomi dan penghidupan seluruh wilayah Suriah saat ini sangat sulit. Penduduk tidak memiliki bahan makanan pokok sehari-hari. Sebagian orang mendukung solusi apapun yang akan mengembalikan keadaan ekonomi kepada suasana sebelum revolusi bergolak, dengan jaminan rencana dan periode peralihan bagi perginya Bashar Asad dan perubahan pemerintahan.
Perkara ini dipergunakan sebaik-baiknya oleh Bashar Asad dan ia mempergunakannya untuk mengendalikan perasaan para pendukungnya, sehingga ia mengarahkan kemunduran ekonomi saat ini kepada pihak pendukung revolusi, bukan kepada pemerintahan dirinya sendiri.
Selain kondisi ekonomi yang semakin memburuk, kondisi keamanan juga kacau di beberapa kawasan. Di sana sini mulai terjadi aksi penjarahan dan pencurian seperti yang biasa terjadi di wilayah-wilayah yang dilanda konflik, bencana, dan runtuhnya kekuasaan keamanan setempat. Transportasi dari satu propinsi ke propinsi lain semakin sulit, bahkan melalui jalan nasional yang merupakan jalur penghubung antara empat propinsi besar di Suriah dari Damaskus sampai Alepo. Terkadang jalur tersebut terputus dan ditutup akibat krisis keamanan. Ujian universitas di beberapa wilayah juga ditiadakan dan dialihkan ke tempat lain akibat kondisi yang tidak mendukung dan sulitnya para mahasiswa mencapai kampus di wilayah tersebut. (5)
Setelah memperhatikan keragu-raguan dunia internasional terhadap konflik Suriah, di mana negara-negara internasional memberikan banyak kesempatan kepada rezim Suriah untuk melakukan tindakan apapun; kita melihat semua negara tersebut —negara yang dekat maupun negara yang jauh— mengetahui kesudahan peperangan di kawasan ini, dan semua negara tersebut tidak menginginkan kesudahan yang tidak baik bagi mereka.
Jika bukan karena  alasan tersebut, tentulah skenario Libya telah diterapkan di Suriah, sehingga persoalan selesai, lalu semua pihak bisa bersantai.
Masalah meng’kudeta’ tentara pembelot, melemahkan pengaruh mereka, dan memaksakan solusi-solusi yang mengakhiri riwayat para pemimpinnya adalah perkara yang mudah bagi rezim Suriah; lalu kembali memasukkan mereka ke dalam tentara nasional Suriah setelah Bashar Asad pergi dan kondisi berubah.
Memaksakan solusi ‘abu-abu’ kepada Dewan Nasional Suriah juga merupakan perkara yang mudah, terutama jika pihak Barat, Amerika, dan Yahudi membujuk dengan mencontohkan ‘mimpi buruk’ Irak, Afghanistan, dan Yaman. Kenapa harus menantang bahaya? Untuk apa bermain-main api?
Adapun solusi tengah yang diridhai semua pihak baik saat rezim Suriah mengendalikan suasana dengan kekuatan maupun saat rezim Suriah tidak mampu mengendalikan suasana dengan kekuatan, adalah perjanjian damai dan kesepakatan sampai tenggang waktu tertentu di mana presiden Suriah tetap berkuasa, lalu ia meninggalkan Suriah ke negara tertentu (6), kemudian kekuasaan diperebutkan melalui cara pemilu. Nantinya orang yang menang pemilu dan memegang kekuasaan adalah orang yang bisa dipercaya akan mengikuti kemauan Barat dan diridhai oleh semua pihak yang bersengketa.
Sebagian orang mungkin merasa asing dengan skenario ini, namun sebenarnya tidak ada alasan untuk menganggapnya asing. (Bagi Barat, pent) Selama persoalannya adalah eksis atau tidak eksisnya kelompok Nushairiyah, maka mereka tidak perlu berkuasa di Damaskus. Cukuplah jika kelompok Nushairiyah tetap eksis dan mereka dipersenjatai serta ditempatkan di sebuah wilayah aman, untuk Barat persiapkan jika pada masa mendatang terjadi konflik!
Peluang-peluang proyek jihad dalam skenario ini
Berdasar prasarana-prasarana yang dimiliki oleh kelompok-kelompok jihad, bisa dikatakan bahwa pada fase terakhir skenario ini akan ada peluang besar bagi kelompok-kelompok jihad untuk memulai operasi-operasi militer dan menguras kekuatan rezim Suriah.
Dengan sebab kegagalan yang mungkin akan melanda kaum muslimin jika rezim Suriah bisa mengendalikan keadaan dan pulih kekuatannya, bisa dikatakan bahwa pihak yang pertama kali memasuki front peperangan terdepan melawan rezim Suriah akan menjadi pihak yang diterima oleh masyarakat.
Inilah yang dilakukan oleh tentara kebebasan di awal revolusi, karena tidak ada kelompok yang melindungi masyarakat dari kebiadaban rezim Suriah, maka muncul unsur-unsur yang membelot dari tentara rezim Suriah untuk membela penderitaan masyarakat dan kesulitan hidup mereka. Tentara kebebasan kini telah menjadi pahlawan rakyat dan harapan mereka, karena tidak ada seorang pun selain mereka yang melawan kebiadaban tentara rezim dan milisi Syiah Shabihah.
Adapun masalah penembakan roket ke wilayah penjajah Israel, meskipun dilakukan oleh kelompok-kelompok jihad, namun pada periode sebelum terjadinya skenario ini, masih diragukan oleh masyarakat. Masyarakat masih meyakini operasi jihad seperti itu dilakukan oleh rezim Suriah atau milisi Syiah Hizbul Lata Lebanon, untuk mengalihkan perhatian dan mengesankan kepada masyarakat bahwa keadaan bisa semakin buruk jika dukungan kepada revolusi Suriah terus diberikan dan cengkeraman rezim Suriah terhadap Suriah melemah.
Inilah yang benar-benar terjadi, ketika beberapa roket ditembakkan ke wilayah utara penjajah Israel sejak beberapa bulan yang lalu, setiap orang muda maupun tua menuduh rezim Suriah berada di belakangnya. Adapun jika operasi jihad seperti itu dilakukan pada saat yang bersamaan dengan operasi jihad melawan tentara rezim Suriah, niscaya ia akan memiliki dampak yang besar jika sering dan terus-menerus dilakukan. Ia akan mendapat liputan luas media massa, sekalipun pihak tertentu (rezim Suriah atau Hizbul Lata) tidak menyukainya. Nama kelompok-kelompok jihad akan dikaitkan dengan amalan yang agung ini. Tidak ada lagi pihak yang mencegah dan memusuhinya, kecuali masyarakat akan menuduhnya sebagai penggembos dan pengkhianat.
Adapun kehadiran kelompok jihad sebagai sebuah kelompok masyarakat seperti yang telah saya jelaskan di depan, maka hal itu juga mungkin dilakukan dalam kesempatan dan periode apapun tanpa mendapatkan kesulitan apapun dalam skenario ini. Hanyasaja dampaknya akan lebih besar manakala rezim Suriah mampu mengendalikan keadaan dan kelompok-kelompok jihad mulai melakukan operasi jihad untuk menguras kekuatan rezim Suriah.

Skenario kedua:
Rezim Suriah mengalami kemunduran dan oposisi bersenjata meraih kemenangan
Skenario ini terkait erat dengan dua perkara:
1. Iran berpikir untuk tidak lagi mendukung Bashar Asad.
2. Rezim Suriah gagal mengendalikan perang dari aspek militer.
Kondisi pertama, disebabkan konflik intern Iran dan kekhawatiran Iran dari aspek ekonomi jika tidak mampu membiayai perang. Karena dalam kondisi konflik saat ini, Iran harus membiayai dua negara atau bahkan tiga negara (Iran, Suriah, dan Lebanon, pent). Iran harus menggelontorkan dana yang sangat besar untuk mengendalikan konflik besar ini.
Selain itu Iran masih harus membiayai pergerakan kelompok Syiah lainnya di Bahrain, Kuwait, Ihsa’, Qathif (keduanya adalah propinsi di Arab Saudi Timur, pent), dan Yaman. Akankah Iran mampu menangung biaya ekonomi yang begitu berat ini? Akankah Iran menemukan solusi lainnya? Iran juga mengkhawatirkan kerugian lapisan bawah masyarakatnya dan kembalinya kondisi Iran kepada kondisi 20an tahun sebelumnya jika Iran menghadapi serangan udara (AS dan sekutunya, pent) yang menyebabkan Iran kehilangan kendali peperangan dan perimbangan kekuatan berubah di luar perhitungannya.
Dengan mempertimbangkan beberapa kekhawatiran ini, boleh jadi Iran akan membiarkan Bashar Asad sehingga Bashar Asad tercekik, tidak memiliki sumber keuangan untuk menutupi biaya peperangan dan tidak memiliki kemampuan bergerak dari aspek politik. Dalam kondisi seperti ini, pilihannya adalah mendukung tentara kebebasan dan memberikan bantuan tenaga tempur dari Libya atau tempat lainnya, penerapan zona larangan terbang atas Suriah, dan penerapan kawasan netral di wilayah perbatasan Barat Laut Suriah. Langkah-langkah ini dipaksakan dengan kekuatan (PBB, pent), disertai intervensi terang-terangan atau sembunyi-sembunyi pihak Arab atau internasional untuk mendukung unsur-unsur tentara kebebasan dalam peperangan dan mengendalikan perang.
Terutama jika rezim Suriah mengerahkan kekuatan militernya sepanjang wilayah Suriah dan menimbulkan sebab kemarahan dan permusuhan penduduk setempat terhadap kekuatan militer rezim Suriah. Bagaimana hal itu tidak membangkitkan kemarahan dan permusuhan penduduk setempat, sedangkan mayoritas anggota militer Suriah berasal dari penduduk kawasan-kawasan tersebut?
Dalam kondisi demikian itu, kita mungkin akan menyaksikan pembelotan dalam jumlah besar di pihak militer Suriah. Para perwira tinggi militer dalam divisi dan brigade militer yang besar akan mengetahui bahwa sekutu-sekutu rezim Suriah telah meninggalkan rezim Suriah, dan rezim Suriah tinggal berdiri sendirian sehingga tidak akan mampu kembali kuat seperti sedia kala.
Juru bicara resmi tentara kebebasan, mayor Mahir Rahimun an-Nuaimi dalam wawancara dengan stasiun TV Al-Jazera menegaskan bahwa tentara kebebasan mampu untuk meraih kemenangan dari wilayah Utara yaitu wilayah perbatasan Suriah-Turki sampai wilayah tengah Suriah yaitu Homsh dalam hitungan beberapa jam saja, jika telah berhasil disiapkan sebuah kawasan yang terkucilkan (dari kontrol kekuasaan rezim Suriah, pent)!
Dalam kondisi seperti ini, rezim Suriah terpaksa akan mencari jalan keluar dengan kerugian seminimal mungkin. Rezim Suriah tidak akan memegang erat ibukota Damaskus. Ia akan bergeser dan mengumpulkan kekuatannya di kawasan-kawasan tempat eksisnya kelompok Nushairiyah pada masa lalu sebelum tegaknya pemerintahan Nushairiyah di Damaskus. Kawasan tersebut membentang di Suriah Barat yaitu dari Homsh sampai pesisir laut Suriah; di Suriah Utara adalah Tarsus, Jabalah, dan Ladzikiyah ke arah timur sampai wilayah barat Himah, yaitu kawasan-kawasan tersebut sampai wilayah sebelah barat dari jalur jalan nasional yang menghubungkan Damaskus, Homsh, dan Himah.
Dalam kondisi ini, rezim Suriah tidak akan menunda-nunda pemikiran wilayah pemerintahan sendiri, seperti pemerintahan suku Kurdi Irak. Sarana-sarana untuk itu telah dimiliki oleh rezim Suriah dan bisa dijalankan dengan mudah. Jika rezim Suriah mampu mempergunakannya sebaik mungkin, maka ia akan mampu melakukan negosiasi dan memaksakan apapun yang ia inginkan.
Kenyataannya, sejak awal terjadinya revolusi Suriah, rezim Nushairiyah Suriah telah mengerahkan ribuan anggota kelompok Nushairiyah ke wilayah barat Homsh, sehingga jumlah penduduk Nushairiyah mencapai mayoritas dan melampaui jumlah penduduk muslim. Inilah bara api yang menyulut pertikaian antara kaum muslimin dengan kelompok Nushairiyah di kota tersebut. Pada waktu itu rezim Nushairiyah Suriah menyembunyikan hakekat konflik yang sebenarnya.
Jika kekuatan oposisi bersenjata meraih kemajuan, maka rezim Nushairiyah Suriah tidak akan menunda-nunda pemindahan persenjataan terbaiknya ke wilayah pegunungan (kawasan tempat tinggal asli kelompok Nushairiyah, pent) dan mengatur perencanaan perangnya. Hal itu kini sedang dilakukan oleh rezim Suriah.
Terlebih kondisi saat ini merupakan hal yang dimimpi-mimpikan oleh mayoritas tentara dan kelompok gerilyawan. (Kelompok) Nushairiyah Suriah berpusat di wilayah-wilayah pegunungan yang diselimuti oleh hutan-hutan dalam areal wilayah yang sangat luas. Didukung oleh jalan-jalan sempit di antara pegunungan di beberapa wilayah, sehingga rezim Suriah mampu berperang selama bertahun-tahun jika menggunakan wilayah-wilayah tersebut sebagai benteng pertahanan. Wilayah tersebut juga memiliki pesisir pantai dan beberapa pelabuhan. Ia merupakan kawasan emas dan perbendaharaan kekayaan yang bisa dimanfaatkan jika ia menghendaki.
Setelah menerjuni peperangan selama lebih dari setahun atau dua tahun di kawasan tersebut dan di beberapa front pertempuran lain yang berpindah-pindah tanpa adanya hasil atau kemajuan yang berarti di pihak oposisi bersenjata Suriah, sementara kawasan-kawasan lain tetap tenang dan aman sebagaimana yang terjadi di Benghazi (Libya, pent) di mana kehidupan di sana kembali berlangsung normal pada saat kota-kota lain di Libya mengalami operasi-operasi militer.
Saya katakan: dalam kondisi seperti itu, ada peluang untuk mengajukan pemerintahan indipenden bagi kelompok Nushairiyah, dengan tetap mengakui sebagai bagian dari republik Suriah, demi mencegah pertumpahan darah, menguatkan niat baik, dan banyak justifikasi lainnya yang tentunya mudah saja bagi kedua belah pihak (rezim Nushairiyah maupun oposisi bersenjata) memngada-adakannya untuk tujuan penghentian perang dan duduk di meja perundingan.
Ikhwan-ikhwan mungkin sependapat dengan saya bahwa pihak Barat tidak akan mengizinkan lenyapnya kekuatan kelompok Nushairiyah secara keseluruhan dan membiarkan kawasan Syam tanpa ada pisau belati untuk menikam jantungnya jika kekuatan Islam menguat di sana dan pada masa mendatang muncul aliran ahlus sunnah yang mengusung proyek penegakan khilafah Islamiyah.
Keinginan Perancis dan negara-negara Barat di belakangnya adalah menguasai kedua belah pihak (rezim Nushairiyah dan oposisi bersenjata) dengan tetap mempertahankan kelompok Nushairiyah sebagai kekuatan yang aktif di pentas Suriah, sebagai alat untuk menghantam proyek Islam apapun yang mungkin akan muncul.
Persoalan yang harus dibicarakan kini tinggal persoalan mempersenjatai revolusi sehingga menjadi rakyat bersenjata. Saya menduga pihak Barat tidak akan mengulang hal itu setelah peristiwa yang terjadi di Libya. Beredar luasnya senjata di pentas Suriah adalah perkara yang membuat takut Yahudi, Eropa, dan Turki.
Itulah yang ditegaskan oleh juru bicara resmi tentara kebebasan, mayor Mahir Rahimun an-Nuaimi (7) dalam wawancara dengan stasiu TV Al-Jazera. An-Nuaimi saat itu mengatakan: “Sampai saat ini dan untuk seterusnya, kami tetap mencegah sampainya senjata kepada siapa pun, kecuali kepada tentara kebebasan Suriah. Ketika rezim ini jatuh, kami telah siap sepenuhnya untuk mengumpulkan senjata dalam hitungan beberapa minggu saja.”
Jadi tetap akan ada pembatasan senjata, senjata akan dibatasi untuk orang-orang tertentu yang memegangnya secara hukum, media, dan komando. Itulah pilihan yang paling baik dan paling selamat (bagi Barat).

Peluang-peluang mujahidin dalam skenario ini
Dengan kemajuan yang diraih oleh kekuatan oposisi bersenjata, maka pencukuran di luar dari medan perang yang telah ditetapkan yaitu perang melawan kekuatan militer rezim Suriah di front pertempuran di wilayah-wilayah kelompok Nushairiyah, akan menyebabkan pelakunya secara otomatis akan ‘dihantam’, setelah masyarakat bosan dengan perang dan pertempuran, dan keinginan besar mereka dalah kembali kepada kehidupan normal.
Kekuatan tentara kebebasan telah menjadi kekuatan militer tertinggi, maka tidak ada alasan yang membolehkan keberadaan senjata dan kelompok-kelompok (jihad) di pentas Suriah selama tentara kebebasan mampu memerangi kekuatan militer rezim Suriah. Untuk apa menampakkan diri dan mengumumkan diri? Apa alasan yang membenarkannya?
Kita tidak boleh lupa bahwa media massa milik kelompok-kelompok menyimpang dan sekuler tidak akan pernah berhenti mencurahkan segenap kemampuannya untuk mengkritik dan memperburuk citra siapa pun yang berusaha untuk memecah barisan (rakyat di bawah kendali tentara kebebasan dan dewan transisi nasional Suriah, pent).
Bahkan kelompok jihad manapun pada saat itu bisa dituduh sebagai perpanjangan tangan rezim Suriah yang muncul untuk memperkeruh suasana. (Media massa sekuler akan memblow up tuduhan, pent) Jika kemunculan kalian (kelompok jihad) bukan sebagai perpanjangan tangan rezim Suriah, kenapa kami tidak melihat peranan kalian saat kita berada dalam waktu yang paling sulit? Kenapa kalian tidak muncul saat kami berperang melawan rezim Suriah dan tentaranya?
Berkaitan dengan penembakan roket ke target-target Israel dari wilayah Lebanon Selatan dan Suriah, sesungguhnya berlangsungnya operasi secara terus-menerus selama terjadinya perang dan sampai waktu gencatan senjata (antara rezim Suriah dan tentara kebebasan, pent) memiliki dampak tersendiri.
Meskipun demikian, tentara kebebasan dan bersamanya Dewan Nasional Suriah akan selalu menyatakan secara jelas bahwa masalah penggunaan senjata hanya menjadi hak kekuatan militer tertinggi, yaitu kepemimpinan tentara kebebasan. Media massa milik partai-partai sekuler dan kelompok-kelompok menyimpang mungkin akan menuduh para pelaku penembakan roket tersebut sebagai orang-orang yang tergesa-tergesa, tidak memahami persoalan, dan merusak citra revolusi.
Hal ini akan terjadi apabila tentara Yordania tidak melakukan intervensi untuk mengendalikan keadaan di wilayah selatan yang berbatasan dengan Yordania atas nama pasukan perdamaian sementara.
Adapun kemunculan kelompok jihad dalam bentuk organisasi masyarakat, maka ia dapat bergerak tanpa kesulitan apapun sebagaimana kondisi dalam skenario pertama.

Skenario ketiga:
Suasana chaos dan senjata beredar luas
Di sini kita dihadapkan kepada dua kondisi:
1. Mempraktekkan sebagian dari skenario pertama, di mana rezim Suriah mendapatkan dukungan Iran namun rezim tidak mampu menguasai keadaan negara secara sempurna, dikarenakan tentara menolak untuk berperang di wilayah-wilayah asal mereka dan mereka mulai melakukan disersi dari tentara nasional.
Dalam kondisi ini seruan akidah Rafidhah akan mendominasi dalam skala besar, setelah sebelumnya tanda-tanda Rafidhah nampak dalam pembicaraan pihak musuh.
Hal yang dibutuhkan dalam kondisi ini adalah seruan yang semisal sebagai bahan bakar yang menggerakkan ratusan ribu pemuda ahlus sunnah untuk berperang dan dari beberapa negara tetangga, sehingga ide pembentukan proyek ‘perlawanan ahlus sunnah di bawah pengarahan’ (negara-negara tetangga boneka Barat, pent) menjadi kebutuhan primer yang sangat mendesak.
Sebab seruan tentara kebebasan atas dasar nasionalisme dan sekulerisme dalam kondisi ini tidak akan meyakinkan kaum muslimin. Dengan demikian kendali urusan tidak akan terlepas dari pemiliki proyek ini ke tangan kelompok-kelompok jihad yang menanti-nanti kesempatan untuk memunculkan diri dan beramal.
Proyek ‘perlawanan ahlus sunnah’ seperti ini akan dipandang sebagai peperangan penentuan nasib umat Islam dalam melawan proyek raksasa Rafidhah. Proyek ini tidak diragukan lagi akan mendapatkan dukungan media massa dan syariat (fatwa para ulama) yang besar dan penggelontoran dana yang besar untuk membiayai seluruh kebutuhannya.
Saya ulangi perkataan saya bahwa proyek ‘perlawanan ahlus sunnah’ ini diperlukan (oleh Barat). Di satu sisi, ia merupakan kesempatan beberapa negara untuk mematahkan sayap kekuasaan Iran di kawasan Timur Tengah. Di sisi lain, ia merupakan upaya cepat untuk menarik karpet (baca: menjatuhkan) dari bawah telapak kaki mujahidin jika mereka tengah merencanakan jihad atau terlanjut melakukan jihad seperti di Irak.
Dalam kondisi seperti ini, senjata akan beredar luas, dan pemegang senjata akan berada adalah kelompok-kelompok milisi seperti yang terjadi di Libya. Pengarahan akan dilakukan oleh kepemimpinan, biasanya pemimpin syar’i dan politik, yang terbentuk dari sejumlah tokoh ulama yang terkenal membantah dan mendebat kelompok Rafidhah, dan sejumlah tokoh politik yang diterima oleh mayoritas revolusioner.
Tidak ada seorang pun yang akan mampu keluar dari proyek ini, terutama jika proyek ini didukung dengan aspek syari’at, di mana di belakangnya berdiri puluhan bahkan ratusan fatwa dari para ulama terkenal.
2. Kondisi chaos, senjata beredar luas, pihak oposisi bersenjata bergerak maju menuju kawasan-kawasan Nushairiyah dan pihak rezim Nushairiyah bertahan serta melawan pergerakan para revolusioner. Sebab terjadinya chaos dalam kondisi ini tidak mungkin disebutkan secara jelas, namun amat baik apabila kemungkinan ini diprediksikan dan membuat planning untuk menghadapi suasana seperti itu.
Sebagai contoh, saya katakan: bisa saja tentara kebebasan mengumumkan pendaftaran para sukarelawan revolusi dalam brigade-brigade indipenden untuk mengendalikan peredaran senjata di antara masyarakat dan mengumpulkan warga sipil revolusioner yang ingin ikut berperang. Mereka bisa mengikuti peperangan dengan pimpinan dan pengarahan tentara kebebasan, kemudian senjata mereka ditarik kembali pada saat yang tepat.
Dengan cara ini akan diketahui siapa yang hanya ingin berperang bersama tentara kebebasan untuk melawan tentara rezim Bashar Asad dan siapa yang mendapatkan senjata untuk tujuannya sendiri.
Peluang mujahidin dalam skenario ini:
1. Untuk kondisi pertama:
Mujahidin bisa mendahului para pemilik proyek ‘perlawanan ahlus sunnah’ dan mengambil inisiatif lebih dahulu dalam beberapa bidang sebelum mereka didahului. Barangkali secara liputan media massa sulit bagi mujahidin untuk mendahului para pemilik proyek ‘perlawanan ahlus sunnah’.
Namun dalam tataran realita di lapangan masyarakat, mujahidin bisa menjadi pemilik suara yang menentukan, terutama jika mujahidin telah memulai operasi-operasi jihad menguras kekuatan militer rezim Suriah dan brigade-brigade Rafidhah (Iran dan Lebanon) yang mendukungnya, mempublikasikan berita harian tentang operasi-operasi tersebut, dan menyerang kepentingan-kepentingan Iran di manapun yang memungkinkan.
Usaha seperti ini akan memberikan saham besar dan kehadiran yang kuat di tengah masyarakat bagi proyek jihad, sekaligus menyaingi proyek-proyek lainnya. Apa alasan yang membenarkan pencitraan buruk mujahidin padahal mereka adalah pihak yang pertama kali menghadapi invasi Rafidhah? Padahal hanya mujahidin saja, tidak ada satu pihak pun selain mereka, yang menghantam kepentingan-kepentingan Iran di lebih dari satu tempat dan lebih dari satu kesempatan?
Berkaitan dengan penembakan roket ke wilayah penjajah Israel, jika dilakukan dalam skala sering dan teratur yang mendapat liputan media massa, bukan serangan tunggal yang tenggang waktunya lama dengan serangan berikutnya, niscaya akan menjadi bonus penarik simpati masyarakat, perisai yang kuat bagi nama baik proyek jihad, dan akan membungkam mulut para ulama su’ dengan batu yang membuat kaum muslimin bisa rehat dengan tenang.
Kelompok jihad juga bisa menampakkan dirinya sebagai kelompok masyarakat dengan kuat, seruan syariatnya bisa bergaung tinggi, tanpa harus takut kepada apapun, juga tanpa harus berkompromi dengan siapapun, terlebih jika disertai sosialisasi hukum-hukum yang berkenaan dengan masalah keimanan dan kekafiran, status hukum kelompok Rafidhah dan Nushairiyah menurut syariat Islam, plus pembicaraan tentang fiqih jihad dan keutamaan-keutamaan jihad selagi pentas Suriah saat ini menyaksikan konflik bersenjata, yang dalam sebagian bentuknya menyerupai pentas konflik Libya. Hal itu sudah menjadi perkara yang dituntut oleh adanya perang, suasana perang, dan peristiwa-peristiwanya yang besar.

2. Untuk kondisi kedua
Kelompok jihad yang berwujud dalam gerakan masyarakat bisa bangkit dengan kuat dan bekerja dengan serius. Perkara ini merupakan tugas para da’i, di mana mereka harus menjadikan sebuah kawasan tertentu sebagai pusat gerakan mereka. Mereka meningkatkan tingkat pemahaman ilmu syar’i penduduknya, memahamkan mereka akan hakekat Islam, dan memahamkan mereka terhadap kewajiban menjadikan Islam sebagai satu-satunya pedoman hidup bukan pedoman hidup yang lain.
Adapun sayap gerakan bersenjata bisa mengambil manfaat dari beragam jenis senjata yang bisa didapat saat suasana keamanan tidak terkendali, lalu menyimpannya, mengatur dan memperkuat barisan, kemudian memperjuangkan tujuan jihad sesuai syariat Islam.

Terakhir…saya sampaikan beberapa skenario ini dengan cara seperti ini, sebagai bentuk usaha saya untuk memahami garis besar keadaan yang mungkin akan terjadi di pentas Suriah. Sekaligus sebagai prediksi atas skenario-skenario yang paling mungkin akan terjadi, agar kita bisa mengantisipasi konspirasi musuh terhadap kita. Dalam memaparkan poin-poinnya, saya sengaja mengajukan beberapa pertanyaan yang jawabannya tidak saya sebutkan. Tujuan saya adalah mengetahui pendapat ikhwan-ikhwan terhadap jawaban pertanyaan-pertanyaan tersebut dan sebagai motivasi saya kepada mereka agar mengikuti permasalahan yang genting ini dan mengajukan nasehat, musyawarah, dan pendapatnya sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Kejayaan hanya milik Allah, Rasul-Nya, dan kaum beriman, namun orang-orang munafik tidak mengetahuinya.
Akhir dari ucapan kami adalah segala puji bagi Allah Rabb seluruh alam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar