Selasa, 21 Agustus 2012

Beramal Shaleh Persiapan Menghadapi Kematian


Persiapan Menghadapi Kematian
“Setiap yang berjiwa akan merasakan mati.” (terj. Ali Imraan: 185)
Saudaraku, apa alasan anda untuk tidak beramal padahal setiap jiwa pasti akan merasakan mati?
Apakah karena melihat bahwa diri anda dapat meloloskan diri dari maut?
Tidakkah anda mendengar firman Allah:
Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang tinggi lagi kokoh.” (terj. An Nisaa’: 78)
Atau apakah karena anda merasa yakin bahwa kematian masih jauh???
Tidakkah anda menyaksikan bahwa maut datang tanpa melihat orang yang dijemput; masih muda atau sudah tua, anak kecil atau orang dewasa, orang yang sakit atau yang sehat!
Apakah termasuk hal yang mustahil jika ternyata besoknya atau lusanya atau pekan depan atau bulan depan maut datang menjemput anda?

Tentu tidak mustahil. Dan bukankah Allah Ta’ala berfirman:
“Tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok. Dan tidak seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati.” (terj. Luqman: 34)
Jika demikian, apa alasan anda untuk tidak beramal?
Inginkan anda -ketika maut datang menjemput- disambut oleh malaikat dengan kata-kata:
“Hai jiwa yang tenang--Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridhai-Nya.”(terj. Al Fajr: 27-28)
Atau anda lebih memilih disambut oleh malaikat dengan kata-kata:
Wahai jiwa yang busuk, keluarlah menuju kemurkaan Allah dan kemarahan-Nya”
Itu terserah anda,
“Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang salah.” (terj. Al Baqarah: 256)
Jika anda memilih pilihan yang kedua, maka penyesalan yang harus anda terima:
“Hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata, "Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia)-- Agar aku berbuat amal saleh yang telah aku tinggalkan.” (terj. Al Mu’minuun: 99-100)
Namun,
“Allah sekali-kali tidak akan menangguhkan (kematian) seseorang apabila telah datang waktu kematiannya. Dan Allah Maha Mengenal apa yang kamu kerjakan.” (terj. Al Munaafiquun: 11)
Jika anda tidak ingin memilih yang kedua, dan lebih memilih pilihan pertama, maka persiapkan amalan sebelum maut datang menjemput.
Amalan yang perlu anda siapkan sebelum maut datang menjemput
1.  Bertobat
Saudaraku, betapa pun besar dosa yang anda lakukan, Allah tetap membuka pintu tobat selama nyawa masih di kandung badan dan matahari belum terbit dari barat. Allah berfirman,
Katakanlah, "Wahai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(terj. Az Zumar: 53)
2.  Menjaga Tauhid
Jangan nodai tauhid anda dengan kesyirikan. Jangan sekali-kali anda beribadah kepada selain Allah, seperti berdoa dan memohon kepada selain Allah, berkurban kepada selain Allah (seperti menyembelih binatang sebagai tumbal atau membuat sesaji). Demikian juga janganlah beribadah agar dipuji manusia (riya), mengerjakan ibadah agar mendapatkan dunia, memakai jimat, penangkal maupun susuk. Jangan pula percaya dengan ramalan bintang, dukun, paranormal, peramal dan orang-orang yang mengaku mengetahui yang ghaib. Termasuk syirk pula adalah bersumpah dengan nama selain Allah (baik dengan nama nabi maupun nama lainnya). Jangan anda bertabarruk (ngalap berkah) dengan barang-barang tertentu seperti mencari keberkahan dari pohon, batu dan benda-benda yang dikeramatkan. Jangan pula mempelajari sihir, apalagi mempraktekkannya. Jangan pula percaya dengan hari-hari sial, bulan sial dsb. Semua ini adalah syirk.
Saudaraku, jika anda menjaga diri anda dari syirk, maka Allah akan memasukkan anda ke surga. Rasulullah shallalllahu 'alaihi wa sallam bersabda:
« مَنْ لَقِىَ اللَّهَ لاَ يُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا دَخَلَ الْجَنَّةَ وَمَنْ لَقِيَهُ يُشْرِكُ بِهِ دَخَلَ النَّارِ »  
“Barang siapa yang menghadap Allah dalam keadaan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu (menjaga tauhid), maka ia akan masuk surga, dan barang siapa yang menghadap-Nya dalam keadaan menyekutukan-Nya dengan sesuatu (berbuat syirk), maka ia akan masuk neraka.” (HR. Muslim: 270)

3.  Menjaga shalat lima waktu.
Jagalah shalat yang lima waktu dan kerjakanlah dengan berjama’ah. Rasulullah  shallalllahu 'alaihi wa sallam bersabda:
صَلَاةُ أَحَدِكُمْ فِي جَمَاعَةٍ تَزِيدُ عَلَى صَلَاتِهِ فِي سُوقِهِ وَبَيْتِهِ بِضْعًا وَعِشْرِينَ دَرَجَةً وَذَلِكَ بِأَنَّهُ إِذَا تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ الْوُضُوءَ ثُمَّ أَتَى الْمَسْجِدَ لَا يُرِيدُ إِلَّا الصَّلَاةَ لَا يَنْهَزُهُ إِلَّا الصَّلَاةُ لَمْ يَخْطُ خَطْوَةً إِلَّا رُفِعَ بِهَا دَرَجَةً أَوْ حُطَّتْ عَنْهُ بِهَا خَطِيئَةٌ...
“Shalat salah seorang di antara kamu dengan berjama’ah melebihi shalat (sendiri) di pasar maupun di rumahnya dengan 20 derajat lebih (yakni 27 derajat). Hal itu karena apabila di antara kamu berwudhu’, lalu memperbagus wudhu’nya, kemudian mendatangi masjid untuk shalat, hanya untuk shalat saja ia datang, tidaklah ia melangkah satu langkah kecuali akan ditinggikan satu derajat atau digugurkan satu dosa…dst” (HR. Bukhari)
4.  Menunaikan zakat
Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
مَا مِنْ صَاحِبِ ذَهَبٍ وَلَا فِضَّةٍ لاَ يُؤَدِّيْ مِنْهَا حَقَّهَا إِلاَّ إِذَا كاَنَ يَوْمُ اْلقِيَامَةِ صُفِّحَتْ لَهُ صَفَائِحُ مِنْ نَارٍ فَأُحْمِيَ عَلَيْهَا فِيْ نَارِ جَهَنَّمَ فَيُكْوَى بِهَا جَنْبُهُ وَجَبِيْنُهُ وَظَهْرُهُ كُلَّمَا بَرَدَتْ أُعِيْدَتْ لَهُ فِي يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهُ خَمْسِيْنَ أَلْفَ سَنَةٍ حَتَّى يُقْضَى بَيْنَ اْلعِبَادِ
“Tidaklah pemilik emas maupun perak yang enggan membayar zakatnya kecuali pada hari kiamat akan dibuatkan untuknya lempengan-lempengan dari api, lalu dipanaskan kemudian dibakar dahi, lambung dan punggungnya dengannya. Setiap kali menjadi dingin, maka diulangi lagi dalam sehari yang lamanya 50.000 tahun sampai diputuskan masalah di kalangan manusia.” (HR. Muslim)

5.  Berpuasa di bulan Ramadhan
Rasulullah shallalllahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيمَاناً وَاحْتِسَاباً غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barang siapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR. Bukhari)
6.  Berhajji jika mampu
Allah Subhaanahu wa Ta'aala berfirman:
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah, barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam.” (terj. Ali Imraan: 97)
7.  Mengerjakan perintah-perintah yang wajib dan menjauhi larangan.
Jabir bin Abdullah radhiyallahu 'anhu meriwayatkan bahwa ada seseorang yang bertanya kepada Rasulullah shallalllahu 'alaihi wa sallam:
أَرَأَيْتَ إِذَا صَلَّيْتُ الْمَكْتُوْبَاتِ, وَصُمْتُ رَمَضَانَ وَأَحْلَلْتُ الْحَلاَلَ , وَحَرَّمْتُ الْحَرَامَ وَلَمْ أَزِدْ عَلَى ذَلِكَ شَيْاً أَأَدْخُلُ الْجَنَّةَ ؟ قَالَ - نَعَمْ
“Bagaimana pendapatmu, jika aku mengerjakan shalat lima waktu, berpuasa Ramadhan, menghalalkan yang halal dan menjauhi yang haram dan tidak menambah lebih dari itu (yakni tanpa mengerjakan amalan yang sunat), apakah aku bisa masuk surga?” Beliau menjawab: “Ya.” (HR. Muslim)
Tidak disebutkan dalam hadits di atas kewajiban zakat dan hajji serta ajaran Islam lainnya, karena sudah termasuk ke dalam kata-kata “menjauhi yang haram”.
Saudaraku, kerjakanlah perintah-perintah yang wajib dahulu, kemudian tambahkan dengan perintah yang sunat untuk memperbanyak pahala (seperti mengerjakan shalat sunat dan puasa sunat).
Saudaraku, amalan yang paling dicintai Allah adalah amalan yang rutin dikerjakan meskipun sedikit. Misalnya mengerjakan wasiat Rasulullah shallalllahu 'alaihi wa sallam kepada Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berikut:
أَوْصَانِي خَلِيلِي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِثَلَاثٍ بِصِيَامِ ثَلَاثَةِ أَيَّامٍ مِنْ كُلِّ شَهْرٍ وَرَكْعَتَيْ الضُّحَى وَأَنْ أُوتِرَ قَبْلَ أَنْ أَرْقُدَ
“Kekasihku (Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam) berpesan kepadaku agar berpuasa tiga hari dalam setiap bulan, mengerjakan dua rak’at Dhuha dan berwitir sebelum tidur.” (HR. Muslim)
Dan hindarilah larangan, dari mulai dosa-dosa besar kemudian dosa-dosa kecil. Ketahuilah bahwa dosa-dosa besar adalah penyebab utama seseorang binasa di akhirat, sedangkan dosa-dosa kecil bila sering dilakukan akan mengarah kepada dosa-dosa besar dan banyaknya dosa-dosa kecil yang dilakukan tanpa diiringi dengan istighfar dan tobat akan menjadikan hati tertutup. Di antara dosa besar adalah seperti yang disebutkan dalam hadits berikut:
اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللَّهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ الْغَافِلَاتِ
 “Jauhilah oleh kalian tujuh dosa yang membinasakan”, Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, apa sajakah itu?” Beliau menjawab, “Syirk kepada Allah, melakukan sihir, membunuh jiwa yang diharamkan Allah untuk dibunuh kecuali dengan alasan yang benar, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari peperangan dan menuduh berzina wanita mukminah yang baik-baik yang tidak tahu-menahu.” (HR. Bukhari)
8.  Berakhlak mulia
Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam pernah ditanya tentang sebab yang paling banyak memasukkan ke surga, Beliau menjawab:
تَقْوَى اللَّهِ وَحُسْنُ الْخُلُق
“Yaitu takwa kepada Allah dan akhlak yang mulia.” (HR. Tirmidzi dan dihasankan oleh Syaikh Al Bani)
Ulama menjelaskan tentang ciri orang berakhlak mulia, yaitu:
Sangat pemalu, sedikit sekali mengganggu, banyak kebaikannya, jujur lisannya, sedikit bicara, banyak bekerja, sedikit tergelincir, tidak berlebihan terhadap sesuatu (selain yang bernilai ibadah), berbakti kepada kedua orang tua, menyambung tali silaturrahim, sabar, suka berterima kasih, rela, santun (tidak lekas marah), suka menepati janji, tidak suka melaknat, memaki dan mengadu domba, tidak tergesa-gesa, tidak pendendam, tidak bakhil (kikir), tidak hasad (dengki), wajahnya berseri-seri dan senang, cinta karena Allah dan benci pun karena Allah.
9.  Menjaga lisan.
Rasulullah shallalllahu 'alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أَوْ لِيَصْمُتْ
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkata-katalah yang baik atau diam.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hindarilah banyak bicara, karena banyak bicara adalah kunci pembuka pintu dusta, ghibah (menggunjing) dan namimah (mengadu domba) serta pintu-pintu maksiat lisan lainnya. Pergunakanlah lisan untuk kebaikan, di antaranya adalah dengan menggunakannya untuk membaca Al Qur’an, berdzikr, beramr ma’ruf (menyuruh mengerjakan perintah Allah) dan bernahy munkar (melarang orang mengerjakan maksiat), bershalawat kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, memberi nasehat, berdoa kepada Allah dsb.
10.          Menaati suami bagi wanita.
Rasulullah shallalllahu 'alaihi wa sallam bersabda:
إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَصَّنَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا، قِيْلَ لَهَا ادْخُلِي الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ
“Apabila seorang wanita menjaga shalat yang lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kehormatannya dan menta’ati suaminya, maka akan dikatakan kepadanya, “Masuklah ke surga dari pintu mana saja yang kamu suka.” (HR. Ibnu Hibban, dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani)
Demikianlah di antara amalan yang perlu kita siapkan, semoga Allah membantu kita semua untuk dapat mengerjakannya serta dapat tetap istiqamah hingga akhir hayat. Aamin yaa Rabbal ‘aalamiin.
Marwan bin Musa
Maraji’: Az Zaa’irul Akhir (Khalid A. Shaliih), Akhthaa’ fil ‘Aqidah (Syaikh Ibnu Baz), Syarh Al Arba’in (Syaikh Ibnu ‘Utsaimin) dll.


Software Islami dan Ebook Islam gratis



Software Al Qur'an dan Tafsir
Maktabah Syamilah versi 3.36
Maktabah Syamilah sesuai cetakan
Indeks Al Quran, Hitung Zakat dan Waris
Al Qur'an Flash
Mus-haf Utsmani Mujamma' Malik Fahd
Software Takhrij Hadits
Software 6 Kitab Hadits
Software Hadits Jawami'ul Kalim
Software Hadits Jami'ul Haditsin Nabawi
Software Rijalul Hadits
Software 4 Kitab Sunnah tahqiq Syaikh Al Albani
Software Ensiklopedi Aqidah Islam
Perpustakaan Besar Islam
Ensiklopedi Software Islami
Software & Tabel Ilmu Waris
Aplikasi Islami untuk Hp java
Beberapa Software Islami
software kamus bahasa Arab
Software Belajar B. Arab
Font Arab
Artikel Islami (Bahasa Arab)
Kitab-Kitab Tafsir, Hadits dan Fiqh
Kitab-Kitab Aqidah, Akhlak, Sirah, dll.
Kitab-Kitab Terbaru
Kitab-Kitab Para Masyayikh, dll
Beberapa Buku Islami
Kitab-Kitab Kamus
Fathul Bari(Pdf), Syarah Shahih Muslim(Pdf), Tafsir Ibnu Katsir (Pdf)
Shahih Fiqhis Sunnah, Minhajul Muslim, Fiqh Muyassar, dll.
Beberapa karya Syaikh Al Albani
Al Wajiz (Abdul 'Azhim Badawi)
Animasi Praktek Ibadah, dll
Praktek Ibadah Haji dan Umrah, beserta videonya
Buku Pedoman Dauroh Tingkat Pemula
Buku Penunjang guru agama
Tanya-Jawab Agama untuk anak-anak
Tafsir Bagian Akhir Al Qur'an
Software fatwa dan kitab ulama
Software Kitab Para Ulama(1)
Software Kitab Para Ulama(2)
Software Kitab Para Ulama(3)
Software Kitab Para Ulama(4)
Murottal Al Qur'an & Teksnya
Murottal Merdu utk. Hp/Komputer
Paduan Murottal dari Al Fatihah (1) s.d At Taubah (9)
Paduan Murottal dari Yunus (10) s.d Al 'Ankabut (29)
Paduan Murottal dari Ar Rum (30) s.d An Naas (114)
Murottal dan Terjemahnya
Tafsir Al Qur'an jilid 1
Shahih Qashashil Anbiya'
Kitab Tauhid Muyassar
Shahih Asbaabun Nuzul
Hakikat Syi'ah
Software Winrar, Pdf, Vlc, dll.
Beberapa Widget Menarik Untuk Blog


Haram merayakan Hari Valentine day


 

Perayaan Hari Valentin

Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda,
لَتَتَّبِعُنَّ سُنَنَ مَنْ قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ سَلَكُوا جُحْرَ ضَبٍّ لَسَلَكْتُمُوهُ قُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى قَالَ فَمَنْ *
“Sungguh, kamu akan mengikuti jejak orang-orang sebelummu sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, sehingga jika seandainya mereka menempuh jalan ke lubang dhabb (binatang kecil seperti biawak), tentu kamu akan mengikuti juga.” Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah, Yahudi dan Nasranikah (yang akan diikuti)?” Beliau menjawab, “Siapa lagi?”.
Benarlah apa yang disabdakan Beliau shallallahu 'alaihi wa sallam, akhir-akhir ini banyak di kalangan kaum muslimin yang mengikuti jejak langkah orang-orang kafir. Tradisi mereka, akhlak mereka serta sebagian syi’ar mereka telah diikuti oleh sebagian kaum muslimin.
Salah satu diantara sekian banyak syi’ar kaum kafir yang diikuti oleh sebagian kaum muslimin adalah “Iidul Hubb” atau “Valentine’s Day”. Inilah hari raya yang oleh sebagian kaum muslimin diikuti, diperingati dan dirayakan., khususnya di kalangan remaja.
Sebelum membahas hukumnya, berikut ini sekilas tentang asal mula dan sejarahnya.
Cerita tentang Idul hubb (hari kasih sayang)
Hari kasih sayang adalah salah satu di antara hari raya para masyarakat Roma penyembah berhala, di mana pemujaan terhadap berhala sudah memasyarakat di Roma sebelum abad ke-17. Perayaan hari itu ini menurut mereka adalah sebagai ungkapan cinta ilahi.
Ada beberapa kisah tentang hari kasih sayang ini, berikut ini di antaranya:
Cerita pertama – cerita yang paling masyhur- sbb:
Orang-orang Roma memiliki keyakinan bahwa Romalius (pendiri kota Roma) suatu hari pernah disusui oleh srigala. Srigala itu memberikan kemampuan dan daya fikir yang lebih kepadanya. Untuk mengenang peristiwa ini orang-orang Roma mengadakan perayaan besar-besaran pada pertengahan bulan Februari setiap tahunnya. Pada perayaan tersebut diadakan penyembelihan anjing dan kambing, lalu darahnya dioleskan kepada dua orang pemuda yang berbadan kekar. Kemudian dibersihkan dengan air susu. Setelah itu dua orang pemuda tersebut berjalan dengan rombongan besar mengelilingi kota dengan membawa dua potong kulit, yang kemudian dilumuri oleh orang yang menjumpainya. Ketika itu wanita-wanita Roma menyambut kedatangan rombongan tersebut dengan menghadapkan diri ke kulit bekas lumuran itu, mereka beranggapan bahwa hal itu dapat menghilangkan kemandulan dari mereka atau menyembuhkannya.
Hubungan cerita ini dengan pendeta Valentin
Valentin adalah nama seorang pendeta yang meninggal setelah penyiksaan kaisar Claudius pada tahun 296 M karena menentang keputusannya yang melarang pernikahan di kalangan tentara. Kemudian dibuatkan gereja di Roma di tempat ia dimakamkan pada tahun 350 M untuk mengenangnya.
Ketika masyarakat Roma banyak memeluk agama Nasrani, mereka masih tetap memperingati tradisi hari kasih sayangnya, namun mereka menggantinya, yang dahulu adalah hari rasa cinta ilahi lalu berubah menjadi hari mengenang korban yang menurut mereka, bahwa pendeta Valentin adalah pembela kasih sayang.
Di antara perbuatan mereka yang batil dalam hari raya tersebut adalah dicatatnya nama-nama gadis yang sudah layak nikah dalam lipatan kertas yang kecil, lalu ditaruh dalam mangkok di atas meja, kemudian dipanggil para pemuda yang ingin menikah agar masing-masing mereka mengeluarkan kertas itu, lantas pemuda itu siap melayani gadis yang tertulis di kertas itu dalam waktu setahun agar masing-masingnya dapat mengenal lebih jauh yang lain, kemudian keduanya menikah atau mengulangi lagi kegiatan tersebut pada hari raya berikutnya.
Cerita kedua, sebagai berikut:
Kesimpulannya adalah, bahwa orang-orang Roma pada hari-hari pemujaan berhala, memperingati hari raya yang disebut dengan “Loberkiliya”. Di hari itu, mereka mempersembahkan korban kepada sesembahan mereka, dan mereka meyakini bahwa berhala mereka dapat menjaga mereka dari bahaya dan menjaga ternak mereka dari serigala. Ketika masyarakat Roma memeluk agama Nasrani, pada saat itu pemerintahnya adalah Claudius II, dia melarang tentaranya menikah, karena dianggap nikah itu menghalangi seseorang untuk berperang. Maka Valentin menentang ketetapan ini, sehingga pernikahan tetap terjadi di kalangan tentara secara sembunyi-sembunyi. Ketika kaisar mengetahui hal itu, Valentin pun dimasukkan dalam penjara dan diputuskan untuk dihukum mati.
Cerita ketiga, sebagai berikut:
Bahwa kaisar Claudius II adalah seorang penyembah berhala, sedangkan Valentine adalah salah seorang pendeta Nasrani. Kaisar ingin mengeluarkan dia dari agamanya agar ikut menyembah berhala, namun dia menolak, akhirnya dia dihukum mati pada tanggal 14 Februari tahun 270 M, malam hari raya pemujaan berhala, yaitu Loberkilia.
Ketika masyarakat Roma banyak yang memeluk agama Nasrani, mereka masih tetap memperingati hari Loberkilia, namun mereka mengaitkan dengan hari hukuman mati terhadap Valentin untuk mengenangnya karena ia mati demi membela agamanya seperti dalam cerita ketiga ini atau mati demi membela orang-orang yang bercinta menurut cerita kedua.
Manakah cerita yang benar?
Kami tidak mengetahui, cerita yang mana yang benar, karena cerita-cerita di kalangan bangsa Roma dan orang-orang Nasrani begitu banyak? Akan tetapi maksud disebutkan cerita ini tidak lain agar kaum muslimin tidak tertipu olehnya sehingga mereka ikut-ikutan memperingatinya.
Pengkajian
Jika kita melihat sekilas tentang awal mula atau sejarah Valentin ini, maka kita akan menemukan berbagai keyakinan dan perbuatan yang bertolak belakang dengan ajaran Islam di antaranya:
Þ    Asal hari kasih sayang adalah sebuah upacara masyarakat Roma penyembah berhala. Bagaimana mungkin seorang muslim yang hanya menyembah Allah mengikuti upacara kaum musyrikin?
Þ    Jika melihat sejarah awal mula hari kasih sayang, kita akan menemukan banyak cerita-cerita yang tidak masuk akal. Bagaimana mungkin manusia bisa disusui oleh srigala, apalagi diberikan kekuatan dan kelebihan dalam berfikir.
Þ    Jika kita melihat kisah Valentin, maka kita akan menemukan bahwa ternyata hari raya Valentin adalah hari raya mengenang seorang pendeta. Hal ini sama saja berwalaa’ (menaruh rasa cinta) kepada mereka, sedangkan berwalaa’ kepada non muslim dilarang.
Beberapa acara dalam perayaan Valentin
1.     Bersuka  ria sebagaimana dalam hari raya.
2.     Saling tukar-menukar bunga berwarna merah sebagai tanda cinta, di mana menurut orang-orang Roma dahulu sebagai tanda cinta ilahi, dan menurut orang-orang Nasrani sebagai cinta antar lawan jenis.
3.     Membagi-bagikan kartu selamat, terkadang di dalamnya ada gambar anak kecil bersayap dua, dengan membawa busur panah dan anak panahnya. Padahal ini adalah tuhan cinta orang-orang Roma penyembah berhala.
4.     Saling tukar-menukar surat yang berisi ungkapan rasa cinta dalam bentuk sya’ir, prosa, atau kalimat yang ringkas. dan terkadang tertulis di sana, “Jadilah kamu seorang Valentin”.
5.     Di negara-negara Nasrani, pada hari Valentin, masyarakatnya mengadakan pesta baik di siang hari maupun malamnya. Di pesta itu laki-laki bercampur baur dengan wanita dan diadakan acara dansa, di samping adanya acara kirim hadiah berupa bunga merah dan coklat kepada pasangannya, temannya atau orang yang disukainya.
Jika kita memperhatikan acara tersebut, kita dapat mengetahui bertentangannya acara tersebut dengan ajaran Islam. Hal itu dikarenakan beberapa alasan berikut:
Pertama, Valentin adalah sebuah hari raya, di mana orang-orang bersuka ria pada hari itu. Sedangkan dalam Islam hari raya untuk kaum muslimin hanyalah hari raya ‘Idul Fithri, ‘Idul Adh-ha dan hari Jum’at. Selainnya bukan hari raya umat Islam. Oleh karena itu, ketika Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam tiba di Madinah, ketika itu penduduk Madinah memiliki hari raya tersendiri, Beliau bersabda:
َقَدْ أَبْدَلَكُمُ اللَّهُ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الْفِطْرِ وَيَوْمَ الْأَضْحَى
"Sungguh, Allah Ta'ala telah memberikan ganti dengan yang lebih baik dari kedua hari itu, yaitu 'Idul Fithr dan 'Idul Adh-ha.”(HR. Nasa’i dan Ibnu Hibban dengan sanad yang shahih)
Kedua, merayakan hari kasih sayang terdapat bentuk tasyabbuh (menyerupai) orang-orang kafir, karena yang mengadakannya adalah masyarakat Roma penyembah berhala, kemudian orang-orang Nasrani. Sedangkan kita dilarang bertasyabbuh dengan mereka dalam ciri khas mereka.
Ketiga, perayaan Valentin dimaksudkan untuk menyebarkan rasa kasih, cinta dan sayang tanpa pandang bulu, baik kepada orang muslim maupun orang kafir. Sedangkan kita sebagai kaum muslimin dilarang berwalaa’ (memberikan rasa cinta dan kesetiaan) kepada orang-orang kafir, meskipun dibolehkan berbuat baik dan bersikap adil terhadap mereka dalam bermu'amalah (lihat surat Al Mumtahanah : 8), sedangkan hati tetap tidak dibolehkan memiliki rasa cinta dan kesetiaan kepada mereka (lih. Al Mujadilah : 22).
Keempat, rasa cinta, kasih dan sayang yang diinginkan dalam perayaan Valentin adalah rasa cinta dan kasih di luar ikatan pernikahan antara laki-laki dan wanita. Di mana hal ini mengakibatkan terjadinya perbuatan zina dan perbuatan lain yang diharamkan Allah Ta’ala.
Oleh karena itu, hendaknya kita tidak memperingatinya, tidak ikut serta dengannya dan tidak hadir di dalamnya. Demikian pula tidak membantunya. Termasuk membantunya adalah mendukung terlaksananya acara tersebut dan mengucapkan selamat atau memberikan bingkisan ataupun menjualnya.
Fatwa Ulama tentang Valentin Day
Berikut ini fatwa dari para ulama yang terhimpun dalam Lajnah Daa’imah (pantia tetap bagian fatwa KSA) no. 21203 tanggal 23/11/1420 H tentang memperingati hari Valentin ketika ada yang mengajukan pertanyaan sbb:
“Sebagian orang ada yang mengadakan acara hari kasih saying (Valentin day) pada tanggal 14 bulan Pebruari di setiap tahun Masehi, dan mereka saling tukar menukar hadiah berupa bunga berwarna merah, serta mengenakan pakaian berwarna merah dan saling mengucapkan selamat, dan sebagian toko permen membuat permen berwarna merah serta membuat gambar hati di permen itu, dan sebagian toko juga membuatkan pengumuman terhadap barang khusus hari itu? Apa pendapat anda tentang:
a.  Memperingati hari tersebut?
b. Membeli makanan tersebut di took-toko itu pada hari itu?
c.  Menjualnya para pemilik took yang tidak memperingati kepada orang yang memperingatinya dengan sebagian yang dihadiahkan pada hari itu?
Semoga Allah membalas anda dengan kebaikan.  
Jawab:
Setelah Lajnah melakukan pengkajian terhadap pertanyaan yang diajukan, lajnah memberikan jawaban, bahwa berdasarkan dalil-dalil Al Qur’an dan As Sunnah yang tegas serta ijma’ salaful ummah bahwa hari raya dalam Islam hanya dua saja yaitu Idul Fithri dan ‘Idul Adh-ha. Adapun hari raya selainnya baik berkaitan dengan seorang tokoh, kelompok, atau suatu peristiwa dan lainnya adalah hari raya yang diada-adakan. Tidak boleh bagi kaum muslimin melakukannya, mengakuinya, serta menampakkan senang terhadapnya dan membantunya dengan sesuatu apa pun, karena yang demikian termasuk melanggar aturan-aturan Allah, dan barang siapa yang melanggar aturan Allah, maka sesungguhnya ia telah berbuat zalim kepada dirinya. Jika ditambah dengan hari raya buatan yang berasal dari hari raya orang-orang kafir, maka hal ini sama saja dosa ditambah dosa, karena hal itu sama saja telah menyerupai mereka dan merupakan bentuk walaa’ kepada mereka. Padahal Allah subhaanah telah melarang kaum mukmin bertasyabbuh (menyerupai) dengan mereka serta berwala’ kepada mereka dalam kitab-Nya yang mulia. Bahkan telah sah dari Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam bahwa Beliau bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barang siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongannya.”
Perayaan hari Valentin adalah salah satu di antaranya, karena ia adalah salah satu hari raya pemujaan berhala orang-orang Nasrani. Oleh karena itu, tidak halal bagi seorang muslim yang beriman kepada Allah dan hari akhir melakukannya, mengakuinya maupun mengucapkan selamat terhadapnya. Ia wajib meninggalkan dan menjauhinya, memenuhi panggilan Allah dan Rasul-Nya, serta menjauhi segala sebab yang mendatangkan kemurkaan Allah dan siksa-Nya. Sebagaimana diharamkan pula bagi seorang muslim membantu perayaan ini maupun perayaan haram lainnya baik dengan ikut makan-makan, minum-minum, menjual-belikan,  membuatnya, memberikan hadiah, melakukan surat-menyurat, mengiklankan atau lainnya. Karena semua itu termasuk tolong-menolong atas dasar dosa dan pelanggaran serta di atas maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya, padahal Allah Jalla wa ‘Alaa berfirman:
“Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya..” (terj. Al Maa’idah : 2)
Dan wajib hukumnya bagi seorang muslim berpegang kepada Al Qur’an dan As Sunnah dalam semua keadaannya, apalagi di saat-saat terjadinya fitnah (cobaan) serta banyaknya kerusakan. Ia pun harus berpikir matang dan berhati-hati agar jangan sampai jatuh ke dalam kesesatan orang-orang yang dimurkai (orang-orang Yahudi) dan orang-orang yang sesat (orang-orang Nasrani) serta orang-orang fasik yang tidak takut terhadap keagungan Allah, tidak peduli dengan ajaran Islam.
Seorang muslim juga harus berharap kepada Allah, meminta hidayah-Nya serta meminta diteguhkan di atasnya, karena tidak ada yang dapat memberi petunjuk selain Allah dan tidak ada yang memberikan keteguhan selain Dia. Kepada Allah-lah kita berharap taufiq. Semoga shalawat dan salam dilimpahkan kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan para sahabatnya.”
Lajnah Da’imah lil buhutsil ‘ilmiyyah wal iftaa’:
Ketua: Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Muhammad Alusy Syaikh, anggota: Shalih bin Fauzan Al Fauzan, Abdullah bin Abdurrahman Al Ghudayyan, dan Bakar bin Abdullah Abu Zaid.
Marwan bin Musa
Maraaji’: ‘Iidul hubb, qisshatuhu, hukmuhu (Ibrahim bin Muhammad Al Huqail), Fatwa Valentin (Lajnah Daa’imah) dan buletin An Nur “Hukum Merayakan Hari Valentin”.

Artikel Khutbah Idul Fitri

اَلسَّلامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهْ
اَللهُ اَكْبَرْ اَللهُ اَكْبَرْ اَللهُ اَكْبَرْ
اَللهُ اَكْبَرْكَبِيْرًا، وَالْحَمْدُلله ِكَثِيْرًا، وَسُبْحَانَ الله بُكْرَةً وَاَصِيْلاَ
لآاِلَهَ اِلاَّ الله وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهْ، وَنَصَرَعَبْدَهْ، وَاَعَزَّجُنْدَهُ وَهَزَمَ اْلاَحْزَابَ وَحْدَهْ
لآاِلَهَ اِلاَّ الله وَلاَ نَعْبُدُ اِلاَّ اِيَّاهْ، مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْكَرِهَ الْكَافِرُوْن
لآاِلَهَ اِلاَّ الله ُوَالله ُاَكْبَرْ. اَلله ُاَكْبَرْ وَلله ِالْحَمْد
نَحْمَدُالله حَقَّ حَمْدَهْ، وَنَشْكُرُهُ حَقَّ شُكْرَهْ
اَشْهَدُاَنْ لآ اِلَهَ اِلاَّالله ُوَحْدَهُ لاَشَرِيْكَ لَهْ
وَاَشْهَدُ اَنَّ مُحَمَّدًاعَبْدُهُ وَرَسُوْلُهْ لاَ نَبِيَّ بَعْدَهْ
فَيَاعِبَادَالله، اُصِيْكُمْ وَاِيَّايَ نَفْسِيْ بِتَقْوَالله وَطَاعَتِهْ

بِتَقْوَالله وَطَاعَتِهْ
Pendahuluan
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar walillahilhamd.
Saudara-saudara kaum Muslimin yang dimuliakan Allah.
dakwatuna.com - Di hari yang fitri ini, tak ada yang lebih indah untuk kita lafadzkan selain untaian puja dan puji syukur kehadirat Allah Swt. Tuhan Maha Bijaksana yang menganugerahi kita nikmat iman, Islam, dan ihsan. Dengan ketiga nikmat itulah, kita memiliki kekuatan untuk menunaikan ibadah puasa sebulan penuh. Ibadah yang berfungsi sebagai sarana pendidikan untuk mengasah spritualitas kita menjadi pribadi bertakwa. Pribadi yang menyadari hakikat dirinya sebagai hamba Tuhan, sekaligus menginsyafi tujuan penciptaannya di muka bumi sebagai khalifah.
إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيْفَةً فِي اْلأَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلاَ تَتَّبِعِ الْهَوَى فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيْلِ اللهِ.
“Sungguh, Kami menjadikanmu khalifah di muka bumi. Maka berilah keputusan (perkara) di antara manusia dengan adil. Janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkanmu dari jalan Allah.” (QS Shaad [38]: 26)
Indikasi Keberhasilan Puasa
Kesadaran ini merupakan tanda keberhasilan kita menjalankan rangkaian ibadah di bulan Ramadhan. Puasa, tarawih, tadarus, zakat, dan sedekah hakikatnya adalah media metamorfosa yang disediakan Allah untuk kita. Jika semuanya dijalankan dengan baik dan penuh penghayatan, maka pada hari ini kita akan menjadi sosok baru yang berbeda dari sebelumnya. Kita akan menjadi muslim sejati yang bersih dari noda dosa sebagaimana dilukiskan Rasulullah melalui sabdanya:
فَمَنْ صَامَهُ وَقَامَهُ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا خَرَجَ مِنْ ذُنُوْبِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ.
“Orang yang berpuasa dan mendirikan shalat malam dengan dasar iman dan mengharapkan pahala dari Allah, niscaya akan terbebas dari dosa-dosanya seperti ketika dilahirkan oleh ibunya.” (HR Ibnu Majah dan Ibnu Khuzaimah)
Namun sebaliknya, jika ibadah puasa dilaksanakan sekadar untuk menggugurkan kewajiban, maka kita takkan mendapatkan keistimewaan Ramadhan. Ibadah Ramadhan hanya akan menjadi rutinitas tahunan yang tak membawa perubahan apa-apa. Ibadah puasa takkan memperbarui diri dan kepribadian kita menjadi lebih baik. Janganlah sampai kita termasuk orang-orang yang rugi seperti disabdakan Rasulullah Saw. dalam hadistnya:
رُبَّ صَائِمٌ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلاَّ الْجُوْعْ وَالْعَطَشْ.
”Berapa banyak orang yang puasa tidak mendapat dari puasanya kecuali lapar dan dahaga.” (HR Nasai dan Ibnu Majah)
Kesuksesan menjalankan ibadah puasa bukan terletak pada kekuatan menjauhi faktor yang membatalkannya sejak fajar menyingsing hingga matahari terbenam. Tapi harus tercermin dari sikap dan perilaku kita sebelas bulan berikutnya. Sejak hari ini sampai Ramadhan yang akan datang. Oleh sebab itu, mari jadikan hari kemenangan ini sebagai momentum perubahan. Patrikan niat untuk mengisi hari-hari di masa depan, dengan aktivitas multiguna yang bernilai ibadah. Kuatkan tekad untuk menjadi pembaharu, lalu hadirkan perubahan positif bagi keluarga, lingkungan dan masyarakat. Amien ya rabbal ‘alamien.
Shalawat dan Salam
Selanjutnya mari kita haturkan shalawat beriring salam kepada Nabi Muhammad Saw. Nabi terakhir yang istikamah menyadarkan manusia bahwa kedudukan mereka setara di depan Tuhan. Nabi, pemimpin, sekaligus kepala negara yang disayangi kawan dan disegani lawan. Teladan ideal dalam berdemokrasi dengan menyelesaikan semua masalah duniawi melalui musyawarah. Dialah kekasih Tuhan yang sukses mengubah bangsa Arab yang jahiliah menjadi madaniah, yang barbar menjadi penyabar, dan yang sektarian menjadi egalitarian.
Prestasi Rasulullah ini telah menginspirasi jutaan tokoh lain di dunia dalam melakukan perubahan dan menggerakkan pembaruan. Jadi, adalah sebuah keharusan bagi kita sebagai umatnya, untuk menjadikan beliau sebagai rujukan utama dalam seluruh aspek kehidupan. Sifat, sikap, tindakan, dan ucapan kita sebisa mungkin selaras dengan yang dicontohkan Rasulullah Saw. Karena hanya dengan begitu kita akan diakui sebagai umatnya, sehingga berhak mendapatkan syafaatnya pada hari Kiamat.
Realitas Pemimpin Masa Kini
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar walillahilhamd.
Saudara-saudara kaum Muslimin yang dimuliakan Allah.
Sambil terus mengumandangkan kalimah-kalimah thayyibah rasa syukur kita kepada Tuhan, khatib al-faqir ingin mengajak kita semua untuk merenung sejenak. Merefleksikan situasi bangsa dan kondisi negara setelah 67 tahun merdeka. Refleksi ini menjadi penting mengingat Idul Fitri tahun ini, kita rayakan selang dua hari setelah hari proklamasi kemerdekaan RI. Terlebih lagi kita merayakannya di pelataran Masjid Panglima Besar Jenderal Soedirman. Salah seorang putra terbaik bangsa yang mengabdikan jiwa dan raganya untuk kepentingan negara. Pemimpin sejati yang tak pernah lelah berjuang, meskipun paru-parunya tinggal sebelah. Pribadi luhur yang benar-benar memahami amanah kepemimpinan sebagaimana diinginkan Allah melalui firman-Nya ;
وَلْيَخْشَ الَّذِيْنَ لَوْ تَرَكُوْا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوْا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللهَ وَلْيَقُوْلُوْا قَوْلاً سَدِيْدًا.
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatirkan (kesejahteraan)nya. Oleh sebab itu, hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan mengucapkan perkataan yang benar.” (QS An-Nisa’ [4]: 9)
Figur seperti beliaulah yang dibutuhkan bangsa ini untuk mengawal reformasi agar tidak salah arah. Aura ketulusan yang berpadu dengan semangat juang dalam dirinya, terbukti ampuh menularkan energi positif kepada seluruh pejuang kemerdekaan. Hasilnya, ia mampu menyatukan segenap komponen bangsa, baik sipil maupun militer, untuk menggapai satu cita-cita mulia. Mewujudkan Indonesia merdeka agar rakyatnya sejahtera.
Akhlak dan Perilaku Politik Pemimpin
Ketulusan, semangat juang, serta militansi panglima besar Soedirman bersama tokoh pendiri bangsa lainnya inilah yang sulit ditemui dalam diri para pemimpin bangsa sekarang. Jadi wajar jika bangsa kita di usia kemerdekaannya yang sudah mencapai 67 tahun ini, masih belum mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat. Sampai saat ini, masih banyak rakyat yang hidup bagaikan masih di zaman penjajahan. Terlilit kemiskinan, terbelit kebodohan, dan terjebak keterbelakangan. Kalah jauh dengan negara-negara tetangga yang baru belakangan mengecap nikmat kemerdekaan.
Ironi ini tidak perlu terjadi kalau para pemimpin negeri ini meniti jalan yang lurus. Memandang kepemimpinan sebagai media ibadah sekaligus amanah suci yang harus ditunaikan dengan sepenuh hati.
كُلُّكُمْ رَاعٍ وَكُلُّكُمْ مَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ. اَْلاِ مَامُ رَاعٍ وَمَسْئُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ.
“Kalian adalah pemimpin, dan akan diminta bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang penguasa adalah pemimpin, dan akan diminta bertanggung jawab atas rakyat yang dipimpinnya.” (HR Muslim)
Nilai-nilai luhur inilah yang mulai tercerabut dari dalam jiwa para pemimpin negeri, sehingga kehidupan berbangsa dan bernegara tidak pernah harmonis dan serasi. Kekacauan politik, ketidakadilan hukum, dan ketimpangan ekonomi, adalah akibat dari perilaku politik para pemimpin pada umumnya. Pemimpin yang lahir dari iklim politik yang tidak sehat atau tidak kondusif.
Dampak Kepemimpinan Transaksional
Adalah fakta yang tak bisa dipungkiri bahwa banyak pemimpin yang memperoleh jabatan strategis dari hasil transaksi politik, bukan dari visi yang dimiliki, talenta yang mumpuni, atau jasa nyata yang dirasakan rakyat biasa. Akibatnya, kepemimpinan berjalan statis tanpa kreasi inovatif bagi perubahan dan pembaruan masyarakat. Kepemimpinan lebih terlihat sebagai asesoris kekuasaan yang harus ada dalam suatu negara, dibanding wadah menyalurkan ide positif dan gagasan konstruktif.
Banyak pemimpin yang mandul karena memang miskin visi, sehingga tidak bisa berbuat banyak untuk meningkatkan taraf hidup rakyat. Pemimpin seperti ini, cenderung sibuk membangun citra positif agar terus mendapat kepercayaan masyarakat, ketimbang meningkatkan etos kerja membangun bangsa. Menyimpang jauh dari teladan Rasulullah Saw. kala memimpin umat Islam generasi pertama.
Yang lebih miris lagi, tidak sedikit pemimpin yang terbelenggu dengan transaksi politiknya sendiri. Utang budi politik semacam inilah yang menjadi pangkal merebaknya fenomena korupsi. Perhatian pemimpin tak lagi fokus pada rakyat, tapi para kroni politiknya. Yang diperjuangkan bukan lagi kepentingan masyarakat, tapi kepentingan diri dan kelompoknya. Pada titik inilah, akhlak, etika dan moralitas politik hanya menjadi slogan yang sering diucapkan, tanpa dipraktikkan. Padahal Allah Swt. berfirman dalam surah Shaff ayat 2-3:
يَآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا لِمَ تَقُوْلُوْنَ مَالاَ تَفْعَلُوْنَ. كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللهِ أَنْ تَقُوْلُوْا مَالاَ تَفْعَلُوْنَ.
“Wahai orang-orang beriman, mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS Shaff [61]: 2-3)
Revitalisasi Lembaga Kepemimpinan
Allahu Akbar, Allahhu Akabar, Allahu Akabar walillahilhamd
Saudara-saudara kaum Muslimin yang dimuliakan Allah.
Agar kondisi bangsa kita tidak semakin terpuruk akibat tingkah laku pemimpin yang tidak memiliki integritas, mari kita tandai peringatan proklamasi kemerdekaan dan hari raya Idul Fitri ini sebagai momentum perubahan. Perubahan pada pola pikir yang tercermin dalam pola hidup. Memang langkah ini tidaklah mudah dilakukan. Perlu perjuangan kita semua secara istikamah dan penuh kesungguhan. Terlebih karena kondisi kepemimpinan di negeri ini banyak dilahirkan dari partai politik yang belum sepenuhnya berfungsi sebagai mesin kepemimpinan. Partai politik kita sebagian besar dikendalikan oleh orang-orang yang lebih mengedepankan uang dan modal daripada akhlak, integritas dan moral. Akibatnya banyak calon pemimpin ditentukan oleh kekuatan modal bukan kualitas moral. Pemimpin yang dimunculkan bukan karena kualitas visi dan misinya, tapi karena kekuatan modal yang dimiliki. Kiranya kita masih ingat mundurnya alm. Nurcholish Madjid yang terpaksa mundur dari bursa pencalonan Presiden 2004 silam karena kekurangan dana dan modal yang biasa dikiaskan dengan istilah ’kekurangan gizi’ padahal sejatinya dia memiliki visi dan kompetensi yang cukup memadai.
Partai Politik dan Ironi Demokrasi
Sungguh ironi apabila demokrasi yang kita kembangkan selama ini telah melahirkan pemimpin-pemimpin yang justru melawan kodrat demokrasi yang menempatkan kedaulatan di tangan rakyat. Rakyat hanya menjadi tumbal demokrasi untuk melanggengkan kekuasaan pemimpin yang tak amanah dan korup. Sungguh hal ini merupakan penyimpangan demokrasi yang harus kita luruskan bersama, agar rakyat tidak hanya menjadi sapi perah calon pemimpin yang ingin berkuasa atau mempertahankan kekuasaannya.
Proses lahirnya kepemimpinan di negeri ini tidak bisa dilepaskan dari keberadaan lembaga-lembaga yang menyeleksi maupun mendukung calon pemimpin. Salah satu lembaga penting dalam melahirkan pemimpin adalah partai politik. Selain sebagai pilar demokrasi, partai politik juga memiliki tanggung jawab untuk mendidik dan mendistribusikan calon pemimpin baik pada tingkat lokal maupun nasional. Baik di lembaga legislatif, eksekutif, maupun yudikatif serta berbagai institusi negara lainnya. Karena itu, partai politik mempunyai tanggung jawab besar untuk melahirkan kepemimpinan yang berkualitas dan memiliki integritas. Partai politik harus bertanggung jawab atas lahirnya                        pemimpin-pemimpin yang korup dan menyimpang.
Hilangnya Ideologi Partai Politik
Tugas ini memang tidak mudah dilaksanakan, mengingat saat ini banyak partai politik yang justru terjebak dalam lingkaran setan. Kehilangan ideologi dan orientasi. Bahkan menjadi tempat berlindung yang aman dan nyaman bagi para koruptor.
Fenomena ini tidak boleh terus berlangsung agar kepemimpinan di Republik ini tidak semakin jauh melenceng dari cita-cita demokrasi dan konstitusi kita. Terlebih agar kita tidak terus menjadi korban akibat ulah pemimpin yang tidak amanah. Karena itu, partai politik harus membuang semua penyakit yang berpotensi merusak sistem kepartaian, seperti kekuasaan oleh sekelompok orang (oligarki) atau kekuasaan sentralistik figur (patronase), maupun berdasarkan trah keluarga (nepotis). Para petinggi partai harus sadar, penyakit oligarki hanya akan membuat partai menjelma layaknya perusahaan yang hanya dikuasai oleh segelintir orang. Sedangkan proses kaderisasinya hanya akan melahirkan orang-orang yang taat pada elit partai. Hal yang sama akan terjadi pada partai yang tidak bisa melepaskan diri dari politik patronase. Figur patron yang menempati hierarki tertinggi dalam piramida partai, akan memiliki kekuasaan mutlak laksana seorang raja. Ruh partai bukan lagi berada di balik ideologi, tapi beralih ke tangan seorang tokoh atau figur karena trah keluarga.
Gejala ini pernah dialami oleh umat Islam generasi awal yang lazim disebut assabiqunal awwalun. Ketika Rasulullah Saw. wafat, banyak kaum Muslimin yang merasa kehilangan pegangan. Mereka tidak percaya, bahkan tidak menerima kematian sang Nabi, sampai Abu Bakar menyadarkan mereka:
أَيُّهَا النَّاسْ، إِنَّ مَنْ كَانَ يَعْبُدُ مُحَمَّدًا فَإِنَّ مُحَمَّدًا قَدْ مَاتَ. وَمَنْ كَانَ يَعْبُدُ اللهَ فَإِنَّ اللهَ حَيٌّ لاَ يَمُوْتُ.
“Saudara-sadara, barangsiapa mau menyembah Muhammad, Muhammad sudah meninggal, tetapi siapa yang menyembah Allah, Allah Mahakekal dan tak pernah mati.”
Rekruitmen dan Kaderisasi Pemimpin
Hikmah dari perkataan Abu Bakar dalam konteks kepemimpinan adalah pertama, perlunya melihat kepemimpinan sebagai sebuah proses yang tidak abadi.  Siapapun dia, sekuat apapun dia, bahkan seotoriter apapun dia, seorang pemimpin pasti akan sampai pada kejatuhannya. Karena itu, pemimpin harus betul-betul berusaha maksimal untuk memberikan yang terbaik bagi masyarakatnya.
Kedua, kepemimpinan janganlah didasarkan pada faktor keturunan, karena kepemimpinan bukanlah warisan. Kepemimpinan harus didasarkan pada kualitas dan integritas sang pemimpin siapapun dan dari suku apapun dia.
Ketiga, pemimpin tidak hanya punya tanggung jawab secara sosial, tapi juga secara spiritual, yaitu kepada Allah Swt. Karena itu, pemimpin dituntut tidak hanya memiliki kecerdasan intelektual, tapi juga spiritual yang dapat menuntunnya pada amanah kepemimpinannya.
Empat Karakter Pemimpin Ideal
Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar walillahilhamd.
Saudara-saudara kaum Muslimin yang dimuliakan Allah.
Karakter pemimpin ideal sebenarnya sudah tercermin secara sempurna pada diri Rasulullah Saw. Sejarah sudah memberikan paparan yang jelas tentang segala hal yang berkaitan dengan seni kepemimpinan beliau. Jadi, yang perlu kita lakukan saat ini adalah memahami esensi dari setiap karakter tersebut, sehingga bisa diaplikasikan dalam seni kepemimpinan Indonesia modern. Secara ringkas, empat karakter Rasulullah Saw. adalah sebagai berikut
1. Sidiq (Jujur)
Karakter utama yang menjadi ciri khas pemimpin ideal adalah kejujuran. Jangan pernah remehkan sifat ini, karena fakta sejarah membuktikan bahwa kejujuran memiliki energi dahsyat untuk melegitimasi kepemimpinan. Nabi Muhammad Saw. dan Abu Bakar secara berurutan sudah membuktikan dahsyatnya energi kejujuran bagi kepemimpinan agama dan politik mereka. Rasulullah mendapatkan gelar Al-Amien (yang dapat dipercaya) jauh sebelum mendapatkan beragam gelar positif lainnya. Karena rekam jejak kejujuran beliaulah, dakwah Islam cepat tersebar. Semua perkataan beliau langsung dipercaya dan diyakini kebenarannya oleh semua orang yang mendengar. Termasuk hal-hal yang tidak bisa dinalar akal sehat sekalipun, seperti persitiwa Isra’ dan Mi’raj. Abu Bakar juga demikian. Ia dijuluki ash-Shiddiq(orang jujur dan bisa dipercaya). Kejujuran inilah yang membuat semua kabilah Arab bersatu dan membaiatnya secara aklamatif sebagai khalifah ketika Rasulullah wafat.
Fakta ini seharusnya bisa membuka mata semua pemimpin, bahwa kejujuran merupakan modal utama untuk menjadi pemimpin. Pribadi yang jujur relatif lebih mudah diterima oleh masyarakat, meskipun mungkin dia tidak memiliki kecakapan yang hebat dalam mengorganisir kekuasaan. Sebab, masyarakat pasti lebih tenang dan lebih senang dipimpin oleh orang jujur. Mereka tidak akan khawatir aset-aset bangsa hasil jerih payah rakyat akan diselewengkan untuk kepentingan pribadi. Mereka juga tidak akan was-was akan diperlakukan seperti binatang ternak, yang diperas keringatnya dan diperah saripatinya untuk membiayai kebutuhan hedonisme ala pemimpin pendusta.
Pemimpin yang jujur pasti berpikir seribu kali untuk melakukan tindakan tidak terpuji, atau memutuskan kebijakan yang tidak berpihak kepada rakyat. Oleh sebab itu, Allah Swt. dengan tegas memerintahkan kita untuk bersama atau mengikuti orang-orang yang jujur.
يَآ أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوا اتَّقُوا للهَ وَكُوْنُوْا مَعَ الصَّادِقِيْنَ.
“Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang jujur.” (QS At-Taubah [9]: 119)
2. Amanah (Tepercaya dan Bertanggung Jawab)
Jika kejujuran berfungsi melejitkan potensi internal untuk melegitimasi pemimpin, maka amanah merupakan karakter eksternal yang berfungsi meningkatkan etos kerja. Karakter inilah yang bisa memacu dan memicu pemimpin untuk menjaga kepercayaan masyarakat. Karena berkaitan dengan kerja-kerja praktis, maka karakter amanah memiliki kaitan yang erat dengan tanggung jawab. Jadi, pemimpin yang amanah adalah pemimpin yang bertanggung jawab.
Sejauh ini, kita cenderung memaknai amanah sebatas menunaikan tugas dan kewajiban. Padahal, penyempitan makna amanah seperti inilah yang menjadi pangkal rendahnya kinerja para pemimpin. Oleh sebab itu, pada kesempatan yang amat langka ini, khatib al-faqir ingin mengingatkan kembali bahwa amanah memiliki arti yang agung. Amanah berarti berusaha memberikan kemampuan terbaik dan berorientasi kesempurnaan dalam setiap tugas yang dijalankan. Pemimpin amanah adalah pemimpin yang selalu berusaha perfeksionis dalam melakukan pekerjaan. Tidak pernah puas dengan hasil yang didapatkan, dan selalu berpikir keras untuk menghasilkan sesuatu yang lebih baik lagi.
Menurut para ahli hikmah, pemimpin yang amanah selalu menjunjung tinggi etika sehingga tidak suka mempermalukan orang. Membangun kepercayaan diri melalui kualitas dan kapasitas diri. Berani mengakui kesalahan diri dan tidak pernah segan mengingatkan orang lain atas kesalahannya. Bertanggung jawab sendiri untuk memperjuangkan tujuan serta cermat dalam bekerja. Teguh memegang prinsip dengan segala risiko dan konsekuensi yang harus dihadapi.
Di samping itu, pemimpin amanah adalah yang sudah selesai dengan dirinya sendiri. Tidak membuat rakyat kerepotan mengurusi masalahnya. Selalu meninggalkan kenangan positif bagi orang di sekitarnya dan masyarakat luas. Tidak mengalihkan tanggung jawab kesalahannya kepada pihak lain, dan juga tidak mewariskan tumpukan masalah yang menyulitkan generasi setelahnya.
3. Tabligh (komunikatif)
Karakter ini harus dimiliki karena dalam menjalankan tugas, pemimpin selalu berhadapan dengan manusia yang punya perasaan dan pikiran. Bukan berhadapan dengan benda mati yang mudah direkayasa. Oleh sebab itu, pemimpin dituntut terampil berkomuniksi agar pesannya bisa dipahami dan dilaksanakan dengan baik. Ia harus bersikap terbuka sehingga rakyat tidak segan atau takut menyampaikan keinginannya. Seperti inilah yang dicontohkan Rasulullah Saw. dalam menjalin komunikasi dengan para sahabatnya.
Keterampilan berkomunikasi ini mustahil diperoleh secara instan tanpa proses yang panjang. Pengalaman akan menumbuhkan empati yang membuat pemimpin bisa merasakan keluh-kesah rakyatnya, bukan hanya menjadi pendengar setia. Itulah sebabnya mengapa para pemimpin yang berhasil, selalu sosok yang bersahaja. Sosok yang rela berlumpur dan berkeringat bersama rakyat, bukan sosok yang pura-pura memperhatikan penderitaan rakyat dari balik tirai kemewahan. Rasulullah Saw. selalu berhasil mencerna masalah yang dikeluhkan sahabat, karena beliau memang pernah mengalami masalah yang dikeluhkan tersebut. Kepribadian sederhana yang berpadu dengan tutur kata santun, membuat siapa pun merasa nyaman berdialog dengan Rasulullah Saw. Termasuk orang yang baru kenal sekalipun.
4. Fathanah (Visioner)
Seorang pemimpin harus memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Visioner dan memiliki program yang jelas dalam memajukan masyarakat. Memiliki analisa yang tajam, strategi yang jitu, serta cermat mengidentifikasi skala prioritas dalam menyelesaikan masalah.
Pemimpin yang tidak visioner pasti tidak memiliki pendirian yang teguh, sehingga mudah dipengaruhi orang lain. Gampang terombang-ambing di antara serbuan argumen yang beragam. Karena itu keputusan yang diambil rentan kesalahan dan berpotensi merugikan rakyat.
Rasulullah Saw. adalah pemimpin yang sangat visioner. Ketajamannya dalam menganalisa masalah benar-benar tak tertandingi oleh siapa pun. Kisah tentang Perjanjian Hudaibiyah adalah contoh nyata yang pasti membuat semua orang terpana. Betapa tidak, dengan kecerdasannya, Rasulullah Saw. mampu membalikkan perjanjian yang pasal-pasalnya terkesan merugikan, menjadi sangat menguntungkan bagi kaum Muslimin. Sebagai bukti, pihak Qurasiy yang sempat girang setelah menandatangi perjanjian tersebut, akhirnya tidak kuat lalu khianat dan melanggarnya.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ الْقُرْآنِ الْكَرِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ.
Doa dan Harapan
Sebelum mengakhiri khutbah ini, khatib al-faqir ingin mengingatkan bahwa saat ini kita berada di tengah kepungan entertaimen dan gejolak politik. Bukan saja karena kita akan menghadapi pemilukada DKI putaran kedua pada September mendatang, tapi juga karena hingar-hingar suksesi kepemimpinan 2014 sudah ramai dibicarakan sekarang.
Sebagai insan yang beriman dan berpendidikan, mari kita sikapi semua rayuan politik tersebut dengan arif agar tidak salah memilih pemimpin. Sebab, kesalahan memilih pemimpin berpengaruh besar terhadap nasib kita untuk satu periode politik ke depan. Semoga Allah memberi kita kekuatan untuk menapaki jalan yang benar dan memilih pemimpin yang amanah.
Kita juga berdoa semoga Allah Swt segera menyadarkan para pemimpin di negeri ini  untuk menjalankan amanatnya secara jujur, transparan, dan penuh keikhlasan sehingga negeri ini betul-betul menjadi baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur. Negeri yang jauh dari bencana karena pemimpinnya semakin dekat pada penciptanya, yaitu Allah Swt. Amien ya robbal ‘alamin.
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا.
اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ بِيَدِكَ الْخَيْرُ إِنَّكَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْر.
Wahai Tuhan Yang mempunyai kekuasaan, Engkau berikan kekuasaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kekuasaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan-Mulah segala kebajikan. Sungguh, Engkau Mahakuasa atas segala sesuatu.
اَللّهُمَّ أَعِزَّ اْلإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَهْلِكِ الْكَفَرَةَ وَالْمُلْحِدِيْنَ، وَأَعْلِ كَلِمَتَكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنَ، بِرَحْمَتِكَ يَا أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ.
Ya Allah, muliakanlah agama Islam dan tinggikanlah derajat kaum muslimin. Hapuskan segala bentuk kekufuran dan enyahkan segala bentuk kejahatan. Tegakkan panji-panji kebesaran-Mu hingga akhir nanti, dengan Rahmat-Mu wahai Dzat Yang Maha Pengasih.
رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِيْنَ.
Ya Allah kami, berikanlah kesabaran atas diri kami, dan kokohkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap orang-orang kafir.
اَللّهُمَّ انْصُرْ سُلْطَانَنَا سُلْطَانَ الْمُسْلِمِيْنَ، وَانْصُرْ عُلَمَاءَهُ وُزَرَاءَهُ وَوُكَلاَءَهُ وَعَسَاكِرَهُ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، وَاكْتُبْ السَّلاَمَةَ وَالْعَافِيَةَ عَلَيْنَا وَالْغُزَّاةِ وَالْمُسَافِرِيْنَ وَالْمُقِيْمِيْنَ، فِيْ بَرِّكَ وَبَحْرِكَ مِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ وَالنَّاسِ أَجْمَعِيْنَ.
Ya Allah, tolonglah penguasa kami, pemimpin kaum yang beriman, tolonglah para ulama kami, tolonglah para menteri, pejabat, serta tentaranya hingga hari Akhir.                      Tetapkan keselamatan dan kesehatan bagi kami, yang sedang berjihad, para musafir,                serta yang tidak bepergian, baik yang ada di darat atau di laut-Mu—umat Muhammad              dan seluruh umat manusia
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ. وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.
Mahasuci Tuhanmu Yang mempunyai keperkasaan dari apa yang mereka katakan. Dan kesejahteraan dilimpahkan atas para rasul. Dan segala puji bagi Allah Tuhan Penguasa alam semesta.
وَالسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ