Nak, Maafkan Ibu tak Mampu Menyekolahkanmu Karya Wiwid Prasetyo |
Namun, dalam kebingungan dan keputusasaan muncul sosok Raga, anak muda berpendidikan yang selalu memberikan semangat pada Wenas. Kemauan keras dan usaha untuk dapat mengenyam pendidikan, selalu menggema di hati Wenas lewat semangat yang selalu digelorakan temannya tersebut. Dengan usaha yang kuat dari Wenas dan ibu semata wayangnya, ia dapat tersenyum untuk bisa sekolah. Kain sisa berwarna merah dan putih yang tidak terpakai, dijahit ibunya untuk dipakai seragam sekolah. Akhirnya Wenas dapat bersekolah yang merupakan keinginannya, walaupun dengan segala keterbatasan.
Namun, kisah pilu dan menyayat hati ini tidak berhenti sampai di sini, walaupun ia bisa meraih cita-cita tinggi untuk sekolah, masalah kemudian muncul bagi keluarga ini. Wenas dan ibunya seolah-olah dihadapkan pada "iblis" sekolah yang senantiasa mengganggu ketentraman hidupnya karena biaya sekolah yang sangat mahal. Sebuah lembaga yang tentu menjadi momok bagi murid seperti Wenas karena biaya yang sangat tinggi.
Sekolah Semesta yang begitu angkuh dan hidup dari kebohongan, dibangun di atas puing-puing keserakahan, semangat kapitalisme untuk mengeruk banyak uang tanpa memperhatikan unsur pendidikan. Melihat kenyataan itu, Wenas hanya bisa meneteskan air mata. Sekolah yang ia tempati membawa masalah pelik, menambah beban pikirannya.Konsentrasi Wenas tidak lagi bagaimana menjadi orang pintar di sekolah ini, tetapi mempertahankan bagaimana ia bisa bertahan di sekolah ini.
Novel ini sangat menggugah perasaan kita, tentang potret nyata keluarga miskin yang berjuang untuk bisa mendapatkan pengajaran dari negara. Entah negara tidak tahu, ataupun tidak mau tahu akan kondisi ini, yang jelas kenyataannya pendidikan, termasuk di negara kita tercinta saat ini semakin membubung tinggi dan semakin sulit terjangkau oleh masyarakat menengah ke bawah. Sekolah saat ini malahan sudah menjadi ladang komersial dan bisnis yang tidak bedanya dengan pasar, yang hanya mau menampung mereka yang memiliki modal. Hal ini tentunya senyata-nyatanya pengkhianatan negara atas rakyat yang seharusnya mampu menyediakan pendidikan murah bagi warga negaranya.
Jikalau didiamkan, hal ini akan menyebabkan krisis permanen di masa depan negeri. Sebuah negeri yang dipegang oleh bukan ahlinya (cerdas, terpelajar dan bermoral baik) akan secepatnya mengalami kehancuran, begitu pepatah Islam mengatakan. Tentunya jika yang berhak sekolah hanyalah orang kaya, apalagi dengan kolusi dan nepotisme proses masuknya, dengan cara mendepak mereka yang miskin, namun cakap dan cerdas, jelas lambat laun negeri ini akan menemui kehancurannya. Semoga semangat dan pesan moral dan humanis yang disampaikan buku ini bisa dijadikan bahan kontemplasi dan didengar oleh para pemegang kekuasaan di negara ini. Amin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar